Jumat, 31 Mei 2024

Dinamika Psikologis ABH

Hingga saat ini, perilaku kekerasan pada anak masih menjadi topik hangat dan penting untuk dipahami, karena secara de-facto kasus kekerasan pada anak mengalami peningkatan yang signifikan. Pelaku kekerasan terhadap anak juga beragam, mulai dari teman sebaya ( peer-groups ), orang dewasa, keluarga terdekat, dan aparat penegak hukum. Kasus kekerasan dan kejahatan yang dialami oleh anak bisa dilakukan oleh siapa saja, baik orang tua mereka sendiri, pemerintah, maupun oleh sesama teman sebaya.

Berbagai akibat kekerasan yang dialami oleh anak, baik anak sebagai korban (korban) maupun sebagai pelaku sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis anak. Gangguan-gangguan psikologis biasanya meliputi trauma, luka batin, kecemasan, perasaan curiga, depresi, frustasi, penyesalan yang sangat mendalam, dendam, pemarah, kehilangan kepercayaan kepada masyarakat, dan kehilangan kepercayaan diri.

Proses Perlindungan terhadap Anak yang berhadapan dengan Hukum
Penggunaan istilah “anak yang berhadapan dengan hukum” membuat anak benar-benar berhadapan dengan hukum yang menyebabkan anak akan alergi dengan hukum. Padahal dalam pandangan seorang anak, hukum diasosiasikan seperti menaruh sepatu pada tempatnya, menutup kembali pintu dalamnya, membereskan buku-buku pelajaran dan sebagainya. Adanya konvensi hak anak yang berisi peraturan-peraturan internasional yang disesuaikan ke dalam hukum nasional dalam bentuk Undang-Undang seringkali menakutkan bila ditinjau dari sudut pandang “berlindung di balik hukum”. Permasalahan klasik yang kita hadapi cenderung mengagung-agungkan HAM, konvensi, dan intervensi.

Proses intervensi tindakan kriminal anak berkaitan erat dengan kebijakan kriminal ( kebijakan kriminal ). ebijakan kriminal merupakan salah satu cara untuk menanggulangi kejahatan, dalam prosesnya mengacu pada dua jalur, yaitu kebijakan penal dan kebijakan non-penal. Selain itu, hukum pidana cenderung merugikan masa depan anak karena meninggalkan stigma negatif pada anak. Seorang anak terpaksa harus dihadapkan pada proses hukum yang panjang, mulai dari proses penyidikan oleh kepolisisan, tuntutan oleh jaksa, proses persidangan di pengadilan, dan proses pengasingan di rumah tahanan. Kondisi tersebut dapat memberikan tekanan baik fisik maupun mental bagi anak yang berhadapan dengan hukum.

Pemberian sanksi pidana terhadap anak perlu mempertimbangkan perlindungan dan kepentingan anak. Termasuk di dalamnya adalah kesejahteraan anak yang tidak boleh diabaikan. Apabila kesejahteraan anak tidak diperhatikan maka akan merugikan anak itu sendiri terutama dalam mendapatkan hak-haknya. Hak-hak anak dalam proses peradilan dapat dipahami sebagai penyesuaian dari keadilan. Dalam konteks ini, melalui pendekatan kesejahteraan dapat dijadikan landasan filosofi penanganan terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak. Pendekatan ini pada prinsipnya menekankan dua aspek. Pertama, anak-anak dianggap belum benar-benar memiliki kesalahan yang telah dilakukannya, sehingga sudah sepantasnya diberikan pengurangan hukuman serta pembedaan pemberian hukuman bagi anak-anak dengan orang dewasa. Kedua, jika dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak diyakini lebih mudah dibina dan dididik dibandingkan orang dewasa.

Posting Komentar