Sabtu, 11 Mei 2024

Shelter Rumah Hati dan  Savy Amira WCC Mengadakan Pelatihan (Analisis SWOT)

Shelter Rumah Hati dan Savy Amira WCC Mengadakan Pelatihan (Analisis SWOT)

Dalam mendidik anak korban dan pelaku ABH untuk belajar bisnis tentu dipenuhi dengan tantangan-tantangan yang perlu dihadapi. Pada pelaku dan korban ABH seringkali ada banyak hal yang masih belum terintegrasi baik secara sistem sehingga membuat operasional berjalan tidak lancar. Untuk dapat menjalankan bisnis yang baik, ada beberapa hal yang dapat direncanakan pada masa awal atau pun berkala di tengah operasional seperti memanfaatkan analisis SWOT. Pada dasarnya, analisis SWOT mencakup upaya-upaya untuk mengenali kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang menentukan kinerja perusahaan. Untuk memenuhi informasi yang diperlukan, hal ini dapat dicapai dengan informasi eksternal mengenai peluang dan ancaman dari banyak sumber termasuk pelanggan, dokumen pemerintah, pemasok, dan lain sebagainya yang memiliki irisan dengan bisnis terkait. Secara lebih detail SWOT yang merupakan akronim dari strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (peluang), dan threat (ancaman) dapat dijelaskan sebagai berikut:

– Strength (kekuatan)
Analisis kekuatan bisa dilihat dari sumber daya atau kapabilitas yang dimiliki oleh suatu jenis usaha dan sesuatu yang dapat dikendalikan oleh atau tersedia pada suatu jenis usaha. Hal ini biasanya sesuatu yang bersifat lebih unggul dibandingkan pesaing sejenis, yang membuat usaha kita menjadi pemenang pasar diantara kompetisi.

– Weakness (kelemahan)
Analisis kelemahan bisa dilihat sebagai suatu keterbasan atau kekurangan yang dimiliki dalam suatu jenis usaha. Hal ini dapat berupa sumber daya atau kapabilitas yang masih dinilai kurang dan berpotensi sebagai suatu hambatan terutama jika dibandingkan dengan pesaing sejenis.

– Opportunity (peluang)
Analisis peluang dapat dilakukan dengan melihat situasi utama yang menguntungkan pada suatu jenis usaha. Hal ini dapat juga dilihat dari sebuah tren yang beririsan dengan bidang usaha yang kita miliki atau yang dapat diterapkan dengan jenis usaha yang sedang kita jalankan. Kondisi persaingan, regulasi, perubahan teknologi, serta hubungan antara pembeli dan pemasik dapat juga dilihat sebagai sebuah peluang yang perlu dimanfaaatkan.

– Threat (ancaman)
Analisis ancaman dapat dilihat sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan dan dapat memunculkan kerugian pada jenis usaha yang dimiliki. Ancaman ini dapat berupa berbagai bentuk mulai dari adanya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang stagnan bahkan lamban, hingga perubahan tren dan lain sebagainya. Analisis ancaman dapat menjadi sangat bermanfaat karena dapat menghindarkan usaha dari sebuah kerugian yang mungkin akan mematikan.
Setelah menganalisis dan mengetahui SWOT dari sebuah jenis usaha, dapat melihat hasil yang biasanya berupa arahan atau rekomendasi untuk meningkatkan atau mengantisipasi arah jenis usaha agar menjadi lebih efektif dan efisien baik dari segi operasional maupun pengembangan bisnis. Karena pada dasarnya sebuah usaha harus berfokus pada Kekuatan dan Peluangnya bisa berpotensi sukses

Dengan menerapkan analisis SWOT ini, dapat lebih memetakan secara strategis rancangan ke depan suatu jenis usaha baik dengan meningkatkan nilai lebih yang dimiliki atau mereduksi kemungkinan ancaman yang dapat terjadi selama perjalanan bisnis dilakukan. Meski terlihat mudah, analisis SWOT juga dapat cukup membingungkan terutama yang baru memulai bisnisnya. Untuk dapat memahami analisis SWOT.

Shelter Rumah Hati dan Savy Amira WCC mengadakan pelatihan seminar atau pelatihan yang diselenggarakan di UBAYA ini mempersiapkan pendamping untuk bisa memberikan ilmuya kepada anak-anak ABH memberikan pondasi usaha yang kuat sehingga siap untuk usaha.

Kegiata. Ini dilaksanakan dalam 2 hari ini yang saling berkaitan yaitu Business Plan, Webinar Perancangan Produk, dan Webinar Manajemen Produksi. Seri webinar yang diadakan bertujuan mendorong anak-anak ABH agar terus berkembang dan bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan di dunia bisnis yang memiliki persaingan sangat ketat.

Sabtu, 04 Mei 2024

Shelter Rumah Hati Urun Rembuk dalam Rapat Koordinasi Yang Diadakan Oleh UPTD PPA

Shelter Rumah Hati Urun Rembuk dalam Rapat Koordinasi Yang Diadakan Oleh UPTD PPA

UPTD PPA Jombang pada tanggal 2 Mei 2024 menggelar kegiatan Rembuk bersama dengan tema "Rapat Kordinasi Jejaring UPTD PPA TAHUN 2024". Dalam Rapat yang dihadiri oleh, Perwakilan Kejari, Perwakilan Lapas, Perwakilan Polres, Perwakilan Peradi, Shelter Rumah Hati, Jombang Crisis Center, WCC, Gus Durian Dll.

Rapat tersebuat mengagendakan tentang Pembahasan pembentukan Lembaga Pembinaan Kesejahteraan Sosial (LPKS) di Kab. Jombang yang salah satu fungsinya untuk penanganan pembinaan maupun rehabilitasi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH).

Pada awalnya Rapat yang dipimpin oleh Kepala Dinsos dan Kepala UPTD Kab. Jombang tersebut diawali dengan penyampaian informasi mengenai jumlah angka pertumbuhan Perkara ABH di Jombang dalam waktu 4 bulan terahir ada 77 kasus. Berkaitan dengan itu sesuai dengan Amanat UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah harus memberikan Rehabilitasi Sosial bagi ABH maka pemerintah Kab. Jombang berkewajiban untuk membentuk LPKS.

Dari hasil rapat tersebut, untuk seterusnya penanganan Rehabilitasi sosial ABH baik bagi ABH yang dalam menjalani putusan Hakim & Pidana Percobaan, yang berdasarkan Rekomendasi Kejari/Bapas baik yang menjalani putusan atau telah mendapatkan Putusan Pengadilan menyerahkan sepenuhnya penanganan ABH di LPKS yang berada dibawah naungan Dinsos Kab. Jombang yang akan dibentuk LPKS.

Menanggapi hal tersebut Pendamping mewakili Pimpinan Shelter Rumah Hati mengapresiasi kegiatan Rapat dan memberikan saran masukan Jika terbentuk LPKS di Kab. Jombang harus mempertimbangkan pemenuhan fasilitas yang layak untuk ABH yang menjalani masa pembinaan di dalamnya seperti Fasilitas Edukasi, Fasilitas Olahraga, serta Pemenuhan Tenaga Pengajar baik di bidang pendidikan luar sekolah maupun pendidikan mental dan Spiritual, psikolog dan menggandeng lembaga lain dalam memberikan program kegiatan berkelanjutan dalam Pembinaan ABH yang di tempatkan di LPKS.

Shelter Rumah Hati Sangat terbuka jika diminta saran dan masukan, karene kami berpengalaman lebih dari 14 tahun lebih menangani ABH. Bahkan founder kami UBAYA menjuluki "Ibu bagi para anak ABH".

"Kami berharap LPKS yang dibentuk di Kab. Jombang nantinya benar-benar representatif sehingga proses penanganan ABH yang ditempatkan di LPKS dapat sesuai harapan dan dapat membantu proses perubahan perilaku Anak ketika kembali ke tengah masyarakat nanti.” Terang Prof. YUSTI. saat koordinasi dengan pendaming yang akan mewakili kegiatan Rapat Koordinasi.

Kamis, 02 Mei 2024

ABH dalam Perspektif Psikologi

ABH dalam Perspektif Psikologi

Kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Ini merupakan konsekuensi dari ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mengingat ciri dan sifat yang khas pada Anak dan demi perlindungan terhadap Anak, perkara Anak yang berhadapan dengan hukum wajib disidangkan di pengadilan pidana Anak yang berada di lingkungan peradilan umum. Proses peradilan perkara Anak sejak ditangkap, ditahan, dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah Anak.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) mendefinisikan Anak yang Berhadapan dengan Hukum adaa anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. UU SPPA menggunakan pendekakatan keadilan restoratif dimana penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Konsekuensi dari keadilan restoratif adalah mengedapankan kepentingan terbaik untuk anak dari pada kepentingan masyarakat. Oleh karena itu Pasal 2 UU SPPA, Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas:
  • perlindungan
  • keadilan
  • non diskriminasi
  • kepentingan terbaik bagi Anak
  • penghargaan terhadap pendapat Anak
  • kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak
  • pembinaan dan pembimbingan Anak
  • proporsional
  • perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir
  • penghindaran pembalasan.
  • Selain itu Pasal 3 mengatur bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak:
  • diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya
  • dipisahkan dari orang dewasa
  • memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif
  • melakukan kegiatan rekreasional
  • bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
  • tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup
  • tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat
  • memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
  • tidak dipublikasikan identitasnya
  • memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak
  • memperoleh advokasi sosial
  • memperoleh kehidupan pribadi
  • memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat
  • memperoleh pendidikan
  • memperoleh pelayananan kesehatan
  • memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Meskipun ABH dianggap sebagai anak yang bermasalah, pendekatan keadilan restoratif yang mengedepankan pemulihan dan bukan balas dendam sangat penting melindungi hak anak dalam penerapannya. Keadilan restoratif yang bertujuan memulihkan kembali perilaku sehat ABH perlu didukung dengan pemenuhan hak-hak anak tersebut. Hal ini menghindari pelabelan yang tidak perlu dan penanganan yang tepat pada ABH.

Sebuah Jalan Keluar; Pemahaman Perkembangan Anak

Penerapan UU RI No. 11/ 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan semangat keadilan restoratif sudah berjalan efektif namun peningkatan jumlah anak berhadapan dengan hukum masih mengalami tren kenaikan. Semangat keadilan restorative merupakan bentuk kemajuan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Namun demikian, masih perlu untuk terus dikembangkan agar dapat mencapai tujuan dari Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak.

Kenakalan atau perilaku kriminal yang dilakukan anak dalam kaca mata psikologi dianggap sebagai kegagalan anak untuk memenuhi harapan atau tuntutan sosial nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh anak yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam menyelesaikan tugas perkembangan.

Kesulitan-kesulitan dan kegagalan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dapat mengakibatkan masalah kepribadian. Gerald Corey (2007) berpendapat bahwa masalah kepribadian yang muncul baik secara individu atau kelompok terdiri dari;

Ketidakmampuan menaruh kepercayaan diri pada diri sendiri dan pada orang lain, ketakutan untuk mencintai dan untuk membentuk hubungan yang intim, dan rendahnya rasa harga diri.
Ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan-perasaan benci dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi, dan kekurangan perasaan-perasaan otonom/ mandiri.
Ketidakmampuan menerima sepenuhnya seksualitas dan perasaan-perasaan seksual diri sendiri, kesulitan menerima diri sendiri sebagai pria atau wanita, dan ketakutan pada seksualitas.
Masalah kepribadian tersebut jika tidak ditangani akan menimbulkan kegagalan penyesuaian diri/maladaptasi individu terhadap harapan dan norma sosial masyarakat (social expectations). Maladaptasi yang dimaksud Gerald Corey adalah konflik sosial antara anak dengan nilai sosial dan norma hukum, maka munculah tindakan melawan hukum dan menjadi pelaku tindak pidana.

Dalam membedah Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) maka kita perlu melihat bagaimana para ahli ilmu psikologi dalam membahas perkembangan manusia. Perkembangan anak menjadi perhatian khusus dari para tokoh ilmu Psikologi. Dinamika perkembangan anak ini perlu kita ketahui untuk memahami dan memperkirakan penyebab munculnya perilaku.

Sigmund Freud merupakan psikolog pertama yang menekankan masa bayi dan anak-anak adalah masa terpenting dalam hidup manusia. Freud berpendapat bahwa kepribadian sudah cukup terbentuk pada akhir tahun ke-lima, dan perkembangan selanjutnya adalah bentuk elaborasi terhadap struktur dasar tersebut. Menurutnya kepribadian berkembang sebagai respon terhadap empat tegangan pokok, yakni; (1) proses-proses perkembangan fisiologis, (2) frustasi-frustasi, (3) konflik-konflik dan ancaman-ancaman. Meningkatnya tegangan-tegangan dari sumber-sumber ini memaksa individu untuk mempelajari cara mereduksi tegangan.

Cara yang digunakan individu untuk mengatasi tekanan-tekanan melalui proses disebut identifikasi dan pemindahan. Identifikasi adalah mengambil ciri-ciri atau kualitas diri orang lain yang dianggap lebih berhasil untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari kepribadiannya. Jika dalam mengambil ciri dan kualitas diri ini terhalang atau mengalami rintangan dari dalam dan/atau luar dirinya, maka individu melakukan pemindahan terhadap objek lain.

Proses pemindahan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kemiripan objek pengganti dengan objek asli dan larangan-larangan yang ada di masyarakat. Objek-objek tersebut akan selalu berganti-ganti karena tidak pernah bisa menekan habis sumber tegangan-tegangan. Individu akan selalu mencari cara pemindahan objek tersebut. Hal ini menyebabkan keanekaragaman tingkah laku serta menimbulkan keresahan dan menimbulkan kepribadian yang tidak stabil. Ketidakstabilan yang terus menerus akan menimbulkan penyimpangan perilaku bahkan gangguan kepribadian.

Tokoh lain yang memandang fase awal anak-anak penting adalah Henry A Muray. Menurutnya kepribadian manusia merupakan kompromi antara dorongan-dorongan dalam diri sendiri dengan tuntutan-tuntutan serta kepentingan-kepentingan orang lain. Tuntutan dari orang lain ini terkumpul secara kolektif oleh pranata-pranata dan pola budaya tempat individu itu berada. Sedangkan proses implus-implus (tekanan) sendiri dikompromikan oleh kekuatan-kekuatan disebut proses sosialisasi.

Proses sosialisasi dipengaruhi oleh otoritas yang ada di lingkungan (orang tua, masyarakat). Proses kompromi akibat tekanan-tekanan individu yang terus menerus ini mempunyai efek negatif yakni hilangnya daya kreasi dan kebebasan individu. Salah satu hal yang muncul biasanya ketika anak berada di luar jangkauan dari tekanan otoritas tersebut atau mendapatkan tekanan lain yang lebih kuat dari otoritas di lingkungan psikososial di luar keluarga, anak akan terjadi konflik dalam dirinya. Kita dapat menemukan anak yang di rumah dikenal berperilaku baik ternyata di luar rumah menjadi anak nakal atau bahkan terlibat tindak kriminal.

Tokoh psikologi sosial Erik H. Erikson membahas lebih lanjut mengenai perkembangan dengan proses-proses sosial. Pada anak setiap tahapnya mengandung kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi krisis yang perlu diselesaikan. Pada anak ada lima tahapan, antara lain sebagai berikut:

1. Percaya vs Kecurigaan (Tahun Pertama)

Pada fase ini anak mulai mengembangkan kemampuan hal yang berhubungan dengan perkembangan rasa percaya diri dan dunia diluar dirinya. Bayi mulai mengembangkan rasa percaya jika dicintai oleh ibunya. Rasa cinta ini akan mengembangkan kepercayaan diri pada anak. Jika mengalami kegagalan dalam dalam fase perkembangan ini maka muncul kecurigaan akibat rasa kecewa tidak dicintai. Dinamika antara percaya diri dan kecewa yang proporsional adalah harapan. Hal ini menjadi kebajikan paling awal dan paling dasar dan intrinsik dalam hidup.

2. Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu (1-3 Tahun)

Pada masa kanak-kanak awal ini anak mengembangkan kemampuan mandiri. Anak mulai belajar menguasai lingkungan dan mulai mencoba hal-hal yang baru untuk menguji kemampuannya. Pada tahap ini, anak sangat membutuhkan dukungan untuk bereksperimen dan mulai belajar bergantung dengan orang lain secara sehat. Kegagalan atau terhambatnya tugas perkembangan pada fase ini menimbulkan sifat ragu sehingga menimbulkan hubungan ketergantungan yang tidak sehat dengan orang dewasa di lingkungannya.

3. Inisiatif vs Rasa Malu (3-5 Tahun)

Tadap ini merupakan tahapan yang mementukan anak mengenal kecakapan-kecakapan dasar seperti mengenali identitas seksual, standar moral, meniru perilaku orang dewasa. Anak dalam fase ini mulai mengembangkan kemampuan mengendalikan dorongan dan belajar rasa bersalah.

4. Industrial vs Inferioritas (6-12 Tahun)

Pada tahap ini anak belajar mengembangkan sifat kompetitif dan kooperatif. Anak belajar bersaing (menang-kalah) dan bekerjasama dengan temannya. Anak belajar sikap setia kawan dan mengenali aturan-aturan yang belaku di lingkungan. Anak siap untuk bersosialisasi di luar rumah tanpa orang tuanya dalam waktu terbatas seperti belajar di sekolah.

5. Identitas vs Difusi peran/ Kekacauan Indentitas (12-18 Tahun)

Tahap ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa. Mulai nampak adanya kontradiksi bahwa ia dianggap dewasa tetapi sisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan fase standarisasi diri, yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur, dan aktivitas/ kegiatan. Peran orang tua sebagai sumber perlindungan dan nilai utama akan menurun. Adapun peran kelompok atau teman sebaya menjadi tinggi, teman sebaya dianggap sebagai teman senasib, partner, dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini, remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis (mempunyai masalah). Perkembangan identitas berpangkal pada kebutuhan inheren manusia untuk berafiliasi, tujuan hidup dan makna hidup. Kegagalan mendapat identitas diri menyebabkan kebingungan akan peran identitasnya.

Tahap perkembangan psikososial diatas memberikan gambaran bahwa perilaku anak terbentuk dan muncul dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Konflik-konflik tekanan terus menerus mengakibatkan anak belajar untuk memilih perilaku yang dianggap mampu menekan krisis-krisis yang terjadi. Anak harus mendapatkan dukungan dari orang tua agar dapat menyelesaikan tugas-tugas pokok pada lima tahap perkembangan psikososialnya. Kegagalan menyelesaikan tugas pokok akan memunculkan krisis-krisis yang menjadi kebalikan dari kualitas-kualitas positif setiap tahapan perkembangannya hingga dewasa.

Perkembangan anak dan perilaku sosial juga mendapatkan perhatian Albert Bandura dalam teori belajar sosialnya. Bandura percaya bahwa kita belajar dengan mengamati apa yang dilakukan orang lain. Melalui belajar observasi secara kognitif individu merepresentasikan perilaku orang lain dan mengambilnya. Proses kognisi dalam proses belajar sosial meliputi; (1) perhatian/ atensi, (2) mengingat/ retensi, (3) reproduksi gerak dan motivasi.

Singkatnya pendekatan munculnya perilaku teori Bandura menekankan pada proses pembiasaan/ habituasi respon dan peniruan. Kognisi dan lingkungan bersifat interaktif atau saling mempengaruhi. Proses interaktif menggambarkan bahwa manusia mempunyai kemampuan memilah dan memilih perilaku yang mau ia pelajari. Proses interaktif juga berkaitan dengan respon orang lain yang memperkuat atau memperlemah perilaku (reinforcement atau Reward & Punishment).

Berdasarkan pendekatan ini maka orang dewasa dan lingkungan tempat tinggal sangat erat pengaruhnya pada perilaku anak. Orang tua perlu menumbuhkan kemampuan kognitif (pikir) yang baik agar dapat dipergunakan anak untuk memilah dan memilih. Perlu penanaman pindidikan nilai dan norma sosial sejak dini untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Proses pendidikan harus dapat menanamkan anak berpikir kritis sebagai filter yang logis. Hal ini dilakukan dalam lingkungan keluarga dan juga institusi pendidikan formal. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan anak dalam proses belajar observasi perilaku secara kognisi.

Kesimpulan

Berdasarkan penyebab munculnya perilaku anak kita dapat memahami bahwa sebenarnya Anak Berhadapan dengan Hukum merupakan korban dari lingkungan psikososial mereka. Lingkungan psikososial tersebut mulai dari lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan mereka di luar rumah. Pola asuh keluarga secara langsung berpengaruh pada kualitas pribadi seorang anak. Tidak mudah memang untuk menentukan metode pola asuh yang ideal karena kondisi ekonomi, sosial dan budaya setiap keluarga yang sangat beragam.

Oleh karena itu maka perilaku anak melakukan tindak pidana termasuk dalam perilaku maladaptif dengan tuntuan norma sosial dan hukum lingkungannya. Undang-undang sistem peradilan pidana anak mengedepankan keadilan restorative dengan semangat memulihkan hubungan yang sehat antara perilaku anak dengan norma sosial

Namun. kunci utamanya pola asuh ideal adalah metode pola asuh yang dapat menumbuhkan kepribadian anak dengan kualitas kemandirian untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Anak dengan pola asuh yang tidak menumbuhkan kemandirian mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah menjadi salah satu penyebab perilaku maladaptif.

Hal ini berkorespondensi dengan temuan yang diperoleh penulis selama tiga tahun melakukan pendampingan terhadap ABH. Anak pelaku tindak pidana sebenarnya adalah korban dari pola asuh yang tidak menumbuhkan dua kualitas utama kepribadian anak. Fenomena ini diperburuk dengan lingkungan sosial di luar rumah yang cenderung negatif. Sebagai peniru yang ulung, anak dalam pergaulan di lingkungan sosial tidak mendapatkan figur tiru yang positif (teladan).

Proses sosialisasi lingkungan pergaulan membuat anak cenderung terpengaruh teman sebaya, bahkan sering ditemukan anak mendapat tekanan sosial (perintah) dari orang dewasa untuk melakukan tindak kriminal. Anak sebenarnya belum bisa dimintai pertanggungjawaban di depan hukum, karena secara substansi mereka adalah korban. Setelah mengetahui bagaimana latar belakang terbentuknya perilaku ABH, maka kita akan mengerti mengapa kepentingan terbaik untuk masa depan anak harus diutamakan dan didahulukan dari kepentingan masyarakat.

Selasa, 30 April 2024

Etika Pendampingan Korban

Etika Pendampingan Korban

Semua upaya mendampingi korban adalah menyuarakan suara-suara orang yang dibuat tidak bersuara. Namun ketika menceritakan kepada pihak ketiga harus menghormati hak korban dan etika.Pendamping korban bisa memberikan gambaran dengan konteksnya. Setiap orang beragam terkait aksesnya, dan tekanan yang dihadapi. Ketika pendamping menceritakan pengalaman orang lain itu perlu cukup jelas tentang kasusnya dan upaya yang dia lakukan serta upaya dari contoh kasus tersebut. Sedangkan sebagai korban, biasanya ia melihat dirinya yang salah dan buruk serta dianggap sebagai dia yang mengundang. Dia juga melakukan defending atas dirinya. Kekerasan itu dilihat sebagai personal dia dan masyarakat cenderung menyalahkan dia.

Jadi ketika pendamping menceritakan kepada orang lain mungkin bisa menggambarkan sekalipun secara ekonomi, pendidikan, sosial yang lebih bagus, maka korban akan melihat ini adalah orang yang sama mengalami sepertiku. Prinsip yang dipakai saat pendampingan seperti yang dilakukan di Savy Amira, di awal pendamping sampaikan bahwa kasusnya akan di-share di sesama pendamping tanpa menyebut nama, lokasi, dan tempat menjadi sesuatu yang dipublish dan tidak harus ditulis. Ketika cerita itu tidak ada berarti tidak ada kasus. Dan yang akan disampaikan kepada orang lain itu perjuangannya.

Penanganan kasus harus inklusif tidak boleh diskriminasi serta penuh keragaman. Orang bisa merasakan berempati sehingga orang bisa belajar dengan tanda-tanda apakah dirinya mengalami atau tidak. Pelaku kekerasan biasanya orang yang populer, banyak disukai, tokoh, kalau pendamping bisa sharing pengalaman dari kawan korban maka akan membuat orang sadar.

Seperti misalnya dalam kasus ibu yang ingin mendapatkan hak asuh anaknya dalam kasus perebutan hak asuh antara orangtua, maka ada dua hal yang bisa menjadi alternatif yakni ibu yang secara sosial sedang menghidupkan hak hidupnya, jika ingin menyelamatkan maka selamatkan diri sendiri dulu. JIka dia dalam keadaan tertatih-tatih dalam mengupayakan yang sungguh berat itu ada efeknya. Dengan menceritakan tentang hal yang dialaminya mungkin menjadi kelegaan. Kedua, jika orang itu bisa menceritakan, maka ia bisa mengidentifikasi dirinya sendiri. Akan menguatkan ketimbang dilihat sebagai model. Demikian dikatakan oleh pendiri Shelter Rumah Hati. Dr. N.K. Triwijati, M.A, Psikolog dalam zoom yang digelar oleh Savy Amira dan Fatayat NU Jatim.

Dr. Triwijati menambahkan bahwa kasus tidak terbatas dari kekerasan yang dialami biasanya dari Aparat penegak Hukum (APH) dan profesional yang harusnya membantu tetapi tidak. Ada kasus kekerasan incest, ketika periksa ke profesional kesehatan tapi ia malah mengalami kekerasan. Juga ada dari profesi mental health ada kata-kata yang terucap yang tidak membantu malah korban direndahkan. “Itu hal yang penting terdokumentasi dan share. Bukan hanya kasusnya sendiri tapi juga proses dalam menjalani.
Selter Rumah Hati Mengapresiasi DINSOS yang telah mengundang Anak ABH Binaan Shelter Rumah Hati

Selter Rumah Hati Mengapresiasi DINSOS yang telah mengundang Anak ABH Binaan Shelter Rumah Hati

Anak yang Berkonfik dengan Hukum (ABH) tidak menjadi halangan untuk terus melakukan aktivitas yang positif dalam mengisi untuk melatih dan mengasah skil mereka dengan berbagai kegiatan. Atas alasan itu, Shelter Rumah Hati mengapresiasi Dinas Sosial Jombang yang mengundang kami dalam kegiatan bimbingan sosial dan keterampilan pembuatan telor asin bagi anak putus sekolah dan ABH.

Ibu Olvy Pegawai Dinsos Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten jombang menjelaskan, kegiatan tersebut merupakan bentuk bimbingan sosial dan keterampilan pembuatan telor asin bagi anak putus sekolah dan ABH serta memperkuat jejaring relasi dengan stikhoulder yang konsen dibidang penanganan Anak Putus Sekolah dan Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH).

“Kegiatan ini medapatkan respon yang sangat luar biasa dari founder Rumah hati Prof Yusti, “Undangan ini adalah langkah positif untuk meningkatkan pemahaman anak binaan shelter rumah hati terkait dengan pelatihan pembuatan telor asin. Kami berharap melalui kegiatan yang serupa terus diadakan terutama buat anak yang berkonflik dengan hukum ABH," Imbuh Prof yusti.

Kegiatan ini terlaksanan dengan antusias anak-anak Shelter Rumah hati cukup antusias menerima pelatihan dari awal acasa sampai akhir.

Senin, 29 April 2024

Rapat Perencanaan Dan Evaluasi Bulanan Shelter Rumah Hati

Rapat Perencanaan Dan Evaluasi Bulanan Shelter Rumah Hati

Hari senin bertepatan pada tanggal 29 April 2024 Shelter Rumah Hati mengadaka Rapat Perencanaan Dan Evaluasi Bulanan di Shelter Rumah Hati. Dalam rapat tersebut membahas tentang Monitoring Evaluasi Kinerja Bulanan pendamping dan membuat perencanaan kegiatan 4 bulanan kedepan dari Mei sampai Agustus untuk anak2 ABH yang sedang didampingi oleh Shelter Rumah.

Dalam rapat tersebut yang di pimpin 3 founder langsung Prof. Dr. Yusti Probowati Rahayu, Dr. Dra N. K. E. Triwijati, M.A., serta Dra. Ayuni, M.Si. Rincian pembahasan tersebut sebagai berikut :
  1. Pelaporan data anak ABH yang akan keluar masuk ke Shelter Rumah Hati.
  2. Meningkatkan kualitas dan produktifitas SDM pendamping melalui pelatihan langsung dari founder.
  3. Peningkatan efektifitas pelatihan di shelter rumah hati dan Koordinasi dengan pelatihan (Tempat Kursus diluar Shelter Rumah Hati), berfungsi memberikan dan meminta kerjasama, pertimbangan, saran dan pendapat kepada semuah Stakeholder.
  4. Pemberdayaan Keterampilan angkatan, transper ilmu dari alumni yang sudah keluar dan mempuyai keahlian yang sama dengan anak ABH yang masih dibimbing di Shelter Rumah Hati.
  5. Pengelolaan anggaran jangka waktu 4 bulanan mulai direncanakannya suatu anggaran hingga saat perhitungan anggaran. Perencanaan ini ditetapkan oleh dewan pendiri disertai dengan adanya dokumentasi lengkap mengenai pencapaian anggaran, sumber daya yang dimiliki, dan hal-hal lain yang dianggap perlu untuk menetapkan besaran maksimum yang diserap. Anggaran merupakan rencana keuangan 4 bulanan buat pelatihan kursus baik didalam maupun diluar Shelter Rumah Hati yang disetujui bersama. Anggaran ini berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran, serta pencapain Anak selama 4 bulan anggaran (1 Mei – 31 Agustus). Anggaran perubahan ini akan pertanggung jawabkan setiap bulan.
diharapkan dengan adanya Rapat Perencanaan Dan Evaluasi Bulanan ini, meningkatkan penempatan anak Yang sedang dibimbing di Shelter Rumah Hati mendapat sesuai kompetensinya dan mengurangi kembali kesalahannya dan dibisa terima kembali oleh masyarakat dengan SDM yang didapat dari Shelter Rumah Hati.

Output yang diharapkan dari Rapat Perencanaan Dan Evaluasi Bulanan pembimbing memahami tentang pengelolaan Pendidikan Konseling dan Skill Anak ABH lewat karya sehingga dapat mengelola potensi kemampuan SDM anak ABH dengan maksimal baik pada penempatan pelatihan Pendidikan Konseling dan Skill.

Kamis, 25 April 2024

Cara Shelter Rumah Hati Terapi ABH Lewat Teater : Dialog Berisi Kisah Nyata Pemeran

Cara Shelter Rumah Hati Terapi ABH Lewat Teater : Dialog Berisi Kisah Nyata Pemeran

Rumah Hati kembali menampilkan teater dengan judul Hikayat Selembar Tubuh bersama, Teater yang diperankan oleh anak binaan Shelter Rumah Hati itu menceritakan tentang kisah nyata dari para pemeran.

Pementasan berlangsung selama 1 jam 20 menit. Ada lima aktor yang bermain. Empat di antaranya berdialog satu sama lain dengan menceritakan kisah masa lalu mereka.

Ada Linggar dan Ilham yang membeli barang curian. Tukang tadah. Kemudian ada Gatan yang terpisah dari keluarga karena kasus kriminalnya. Dan ada Charly yang pernah mencuri kotak amal masjid. Jian kemudian berperan sebagai tokoh yang membuka pementasan teater itu.

Selama pertunjukan berlangsung, penonton dibuat terharu dan tertawa dengan berbagai adegan dan juga percakapan di antara mereka.

Tak hanya sekali dua kali, ruangan dibuat ramai karena gelak tawa penonton. Proses latihan drama ini memakan waktu selama 4 bulan. Achmad Zainuri, sutradara teater Hikayat Selembar Tubuh menceritakan sedikit tentang proses pembuatan drama itu.

"Biasanya kalau saya menggarap drama, sudah tersedia naskah dan lain-lain, baru kita mengerjakan dramanya. Namun yang kali ini terbalik, naskah dengan adegan itu dikerjakan di waktu yang tidak berjauhan," terangnya.

Sebagai pegiat seni, bagi Nuri teater tak hanya sekedar pertunjukan. Teater menumbuhkan sikap terbuka, jujur, dan kebijaksanaan. Melalui tiga hal ini, ia kemudian melakukan pendekatan dengan anak-anak binaan Rumah Hati untuk kemudian mereka mampu untuk berproses.

Pak Zainuri merasa bagi sebagian orang, mungkin yang diangkat di teater ini bukanlah sebuah kisah yang baik untuk diceritakan. Namun, justru dari sinilah ia kemudian membungkus cerita-cerita mereka dengan apik. Sehingga penonton juga ikut merasakan kesulitan apa yang sebenarnya mereka telah jalani.

Prof. Yusti menjelaskan bahwa sejatinya pertunjukan ini adalah sebuah terapi bagi anak-anak binaan Rumah Hati. Psikolog yang juga seorang dosen itu mengatakan bahwa naskah yang mereka susun adalah cerita-cerita masa lalu dari anak-anak binaan Rumah Hati.

"Dari sisi psikologi, ketika seseorang bisa menyampaikan perasaannya itu sebenarnya satu proses yang tidak mudah," jelasnya saat diwawancarai.

Tak hanya pementasan teater, ada beberapa karya seni dari anak-anak binaan Rumah Hati yang juga dipamerkan di sisi panggung. Para penonton yang tertarik juga dapat membelinya.

Usai pementasan drama, diadakan sesi sarasehan. Beberapa pengunjung yang ingin bertanya maupun berkomentar diizinkan untuk mengangkat bicara. Para aktor yang bermain pun ikut dalam dialog yang berlangsung. Linggar, salah satu pemain dalam drama tersebut mengungkapkan perasaannya dalam menjalani proses produksi.

"Prosesnya sangat sulit sekali, tapi lama kelamaan menjadi biasa," ungkap remaja 16 tahun tersebut.

Prof. Yusti berharap lewat teater ini, masyarakat menjadi lebih terbuka dengan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

"Teater ini sebenarnya memberikan refleksi pada banyak orang, bahwa anak-anak yang seperti mereka pun sebenarnya kalau dilatih pun bisa," ungkapnya

Rabu, 24 April 2024

LAUNCHING MODUL PENGELOLAAN DAN PENDAMPINGAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI SHELTER RUMAH HATI

LAUNCHING MODUL PENGELOLAAN DAN PENDAMPINGAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI SHELTER RUMAH HATI

LAUNCHING BUKU MODUL Pengelolaan dan Pendampingan Anak Berkonflik dengan Hukum di Shelter Rumah Hati.

buku ini merupakan refleksi 11 tahun perjalanan mengelola shelter Rumah Hati Jombang. Cerita baik ini ditulis agar dapat dicontoh dalam mendirikan dan mengelola shelter serupa.

Buku ini ditulis oleh 3 penulis hebat, yaitu Prof. Dr. Yusti Probowati Rahayu, Dr. Dra. N.K. Endah Triwijati, M.A. dan Dra.Ajuni, M.Psi.

Launching pada 16 Maret 2022 ini dihadiri oleh Kanwil Kemenkunham, LPKA, Bapas, Lapas Jombang, P2TP2A Jombang, Dinsos Jombang, Sekjen HIMPSI, ketua HIMPSI wilayah seluruh Indonesia, dan Najeela Shihab dari Rumah Kita, serta Ananta Yudiarso, S.Sos, M.Psi selaku Wakil Dekan I yang memberikan sambutan mewakili Dekan Fakultas Psikologi Ubaya.

Banyak apresiasi yang diberikan pada buku ini. Cerita baik ini diharapkan dapat memotivasi dan di terapkan di seluruh Indonesia.

Bagi yang berminat memiliki buku edisi softfile dapat transfer ke rekening Bank Maspion no 101 611 2123 a/n Rumah Hati. (Diberi kode 1 diakhir. Misal 100 001.Bukti transfer dapat dikirim ke ibu Ayuni no wa 0819 38621991)

NB: transfer tanpa di patok nominal berapapun, seikhlasnya. Dan semua dana yang terkumpul akan dialokasikan untuk Rumah Hati.

Rabu, 10 April 2024

Shelter Rumah Hati Tampil Teater di PP. Tebu Ireng

Shelter Rumah Hati Tampil Teater di PP. Tebu Ireng


Jumat (anak-anak penghuni Shelter Rumah hati menunjukkan kebolehan mereka di Gedung Yusuf Hasyim lt.3 PP. Tebuireng Jombang. Pertunjukan teater dengan judul “suara beku” tersebut dibawakan oleh 6 anak yang pernah dan sedang menjalani masa tahanan di LPA Jombang.

Teater yang berkisah tentang kehidupan anak lapas tersebut merupakan penampilan kedua mereka setelah sukses menyelenggarakan penampilan teater di Lapas Jombang pada Selasa. “ini penampilan kedua dari anak Shelter Rumah hati angkatan sekarang, sebelumnya kami sudah menampilkan 2 teater dari alumni shelter rumah hati” ungkap Irman Abdurrahman yang lebih akrab disapa Ustadz Gele’ oleh para santri Pecinta Alam SMA. AWH Tebuireng.

Penampilan berdurasi satu jam yang diawali dengan berpuisi tersebut dihadiri oleh 150 orang yang terdiri atas orang tua anak-anak lapas, undangan umum, santri tebuireng, serta aktivis teater kabupaten Jombang. Hadir pula Drs. Ainur Rofiq selaku kepala Pondok dan Dr. Aamin. Wakil rektor 1 UNHSY Tebuireng yang telah membuka dan menyaksikan pertujukkan hingga usai.

“Saya sangat mengapresiasi sekali dengan kegiatan ini, semoga ini menjadi ajang silaturrahim bagi kita.” Sapa Ainur Rofiq sebelum dalam sambutannya yang diawali dengan berkisah Umar bin Khattab.

Melalui teater anak Lapas penghuni Shelter rumah hati ini, diharapkan mampu menggugah hati penonton untuk bisa menghargai dan mengerti sebab anak bisa masuk lapas di masa sekolah mereka. “Banyak anak yang masuk lapas karena terbawa lingkungan, bahkan kebutuhan yang mendesak”, terang Triwjijati, yang kini aktif pula di Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) itu.
Sumber https://tebuireng.online/pentas-teater-anak-lapas-di-tebuireng/

Selasa, 09 April 2024

Prof. YUSTI Mengangkat presentasi inovasi bertajuk Rumah Hati

Prof. YUSTI Mengangkat presentasi inovasi bertajuk Rumah Hati





Mengangkat presentasi inovasi bertajuk Rumah Hati, Rumah bagi Anak Berkonflik dengan Hukum , Prof. Yusti menjadi sorotan karena menjadi satu-satunya yang mengangkat isu sosial. Memunyai latar belakang psikologi menjadikannya tergugah membantu anak-anak ABH menata kehidupannya.

Rumah Hati Didirikan pada tahun 2011 oleh Prof. Yusti, Dra. NK. Tiwi dan Dra. Ayuni. Rumah sosial yang berlokasi di Jalan Anggrek III, Candimulyo, Jombang ini sampai sekarang sudah membina kurang lebih 80 anak ABH.

Rumah Hati bekerja sama dengan Lembaga Terkait untuk mendapatkan anak-anak yang akan dibina. Mereka akan dibekali selama enam sampai delapan bulan dengan berbagai keterampilan seperti reparasi motor atau mobil, menjahit, memasak, bahkan memijat. Selain itu, Rumah Hati menyediakan rehabilitasi psikologis dan rekreasi sosial seperti ibadah, berenang, jalan-jalan, futsal, bahkan kegiatan pentas teater.

Penyampaian materi Rumah Hati oleh guru besar Fakultas Psikologi Universitas Surabaya pada acara Professor Summit yang diadakan di Gedung Research Center, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Dalam presentasinya, Propesor Pertama bidang Pisikologi Porensik ini mengatakan bahwa kepedulian masyarakat terhadap masa depan anak-anak ABH, sangat memprihatinkan. “Stigma negatif masyarakat terhadap mereka belum bisa dihilangkan, bahkan seolah-olah negara-olah akan menelantarkan mereka,” ungkap Prof. Yusti menyyangkan.

Menurutnya, tindakan kriminal yang dilakukan anak-anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor keluarga dan lingkungan sehingga diperlukan beberapa pendekatan emosional. “Pada Rumah Hati ini, kami berusaha menciptakan lingkungan yang nyaman dan siap menjadi keluarga yang mengayomi mereka,” ungkap guru besar psikologi forensik pertama Indonesia itu sambil tersenyum.

Yusti juga mengajak para peserta untuk lebih peduli terhadap anak-anak mantan guru tersebut dengan memberi kesempatan mereka untuk berubah. Ia berharap agar pemerintah juga mendukung Rumah Hati, terutama dalam hal finansial. “Karena anak-anak tersebut juga masih menjadi tanggung jawab negara,” tandasnya.

Sabtu, 06 April 2024

Cinta Tak pernah Gagal, Maka Taburlah Benihya

Cinta Tak pernah Gagal, Maka Taburlah Benihya

 

Terlepas dari kesalahan yang mereka lakukan, di mata kami Selter Rumah Hati, mereka tetaplah seorang anak. Mereka adalah anak-anak yang rindu bersama keluarga, rindu untuk bermain, bersenda gurau, dan tertawa bersama. Namun demikian, tak banyak dari mereka yang bisa karena, terisolasi dengan stigma masyarakat.

Hari ini Pendamping Shelter Rumah Hati berdiskusi seputar tradisi puasa serta lebaran di keluarga dan daerah mereka masing-masing. Kami juga berdiskusi mengenai tantangan-tantangan yang mereka hadapi selama menjalankan ibadah puasa di Shelter Rumah Hati. Beragam cerita disampaikan oleh anak-anak ABH, mulai dari masakan khas, seperti menu wajib lontong opor dan sambal goreng, permainan membunyikan petasan, tradisi menaikkan lampion, hingga berziarah ke makam leluhur. Bahkan, anak-anak tak segan bercerita bagaimana mereka secara sembunyi-sembunyi membeli es teh di warung agar tidak ketahuan orang tua. Seru, lucu, dan pastinya berkesan.

Meski seru, tidak semua anak mau merespons pendamping dengan baik dan pendamping sangat memahami tindakan tersebut. Kehidupan mereka yang keras, tak jarang di jalanan membuat mereka kehilangan rasa simpati. Mereka tidak mudah percaya pada seseorang. Bahkan, mungkin mereka tidak biasa menerima bentuk perhatian lebih seperti yang pendamping berikan. Berangkat dari hal inilah Shelter Rumah Hati berusaha setidaknya bisa menjadi teman bagi mereka. Pendamping ingin menjadi teman bermain, berbagi cerita, dan yang terpenting adalah mempersiapkan mereka ketika nanti tiba saatnya mereka harus kembali ke masyarakat.  Tak mudah menghadapi stigma masyarakat terhadap status mereka yang mantan ABH. Kondisi ini yang kerap membuat mereka kembali ke lingkungan komunitas mereka dahulu, karena hanya di sana mereka merasa bisa diterima. Sungguh sangat disayangkan memang, tapi itulah kenyataan yang terjadi di masyarakat kita.

Meski tak banyak yang Shelter Rumah Hati lakukan namun kami percaya, ketika kami berangkat dengan ketulusan hati untuk memberi entah itu perhatian, tenaga, materi, kami sedang menabur benih cinta, dan sekali lagi bahwa cinta tak pernah gagal. Demikian yang kami harapkan untuk anak-anak di ini, semoga benih cinta yang kami tabur boleh bertumbuh di hati mereka. Terlepas sebesar apapun kesalahan yang mereka perbuat, tetap akan ada kesempatan untuk mereka berubah menjadi yang lebih baik.

Inilah yang membuat kami tetap semangat untuk terus menabur benih cinta dan melakukan semuanya dengan sukacita….

Jumat, 05 April 2024

Menanamkan 12 Nilai Dasar Perdamaian Ke Anak ABH

Menanamkan 12 Nilai Dasar Perdamaian Ke Anak ABH

Tuhan itu menciptakan kita berbeda, bisa saja tuhan menciptakan kita sama atau sejenis. Tetapi, yang dilarang oleh tuhan itu adalah perpecahan bukan perbedaan. Karena perbedaan itu niscaya, sedangkan perpecahan itu ulah manusia”.

Perdamaian itu sebenarnya tidak hanya ada di setiap perbedaan, tetapi juga ada di setiap ruang dan waktu. Isu terkait perdamaian juga relevan untuk dibicarakan di semua kalangan. Ketika membahas terkait perdamaian sebenarnya kita bisa mulai dengan hal kecil sebelum kita memikirkan ke hal–hal yang lebih besar, seperti konflik anak-anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) dan sebagainya.

Awali dengan berdamai dengan diri kita sendiri dulu, setelah hal itu sudah bisa kita rasakan, kita akan jadi jauh lebih mudah untuk melakukan perubahan lebih besar dalam menciptakan perdamaian. Salah satu cara untuk berdamai dengan diri sendiri adalah dengan melakukan morning refleksi. Morning refleksi yaitu kita melakukan refleksi atau memberikan pertanyaan–pertanyaan kepada diri kita sendiri untuk mengenal lebih dalam tentang diri sendiri.

Untuk mengenal lebih dalam tentang Perdamaian, seharusnya memahami Dua belas nilai dasar perdamaian itu sendiri yang terdiri dari :
1. nilai menerima diri sendiri
2. menghapus prasangka
3. keragaman etnik
4. perbedaan agama
5. perbedaan gender
6. perbedaan status sosial
7. perbedaan kelompok
8. merayakan
9. keberagaman
10. memahami konflik
11. menolak kekerasan
12. mengakui kesalahan, dan memaafkan.

Dari 12 nilai dasar perdamaian tersebut, lebih ideal jika dipahami secara berurutan. Dimulai dari nilai menerima diri sendiri atau perubahan internal, baru ke tahap nilai yang lain. Untuk menanamkan dan menumbuknan nilai dasar perdamaian pada anak ABH kiranya bayak pihak yang mendukung seperti kegiatan Forum Remaja Jombang yang menggandeng Shelter Rumah Hati untuk melihat perbedaan dari dekat dan merasakan langsung dengan anak-anak ABH.

Mari kita bersama jadi agen perdamaian dan langsung turut menebarkan semangat perdamaian di mana pun berada dan kita buktikan bahwa damai dan persatuan dapat terwujud meskipun adanya perbedaan.

Rabu, 03 April 2024

Jangan Judgment Tapi Beri Ruang Katarsis Buat Anak ABH

Jangan Judgment Tapi Beri Ruang Katarsis Buat Anak ABH

Perasaan cemas mengenai tanggapan orang serta kurangnya rasa percaya terhadap seseorang membuat kita enggan menceritakan apa yang kita rasakan. Memendam dan mengabaikan, berharap waktu yang menyembuhkan bukanlah solusi. Perasaan-perasaan negatif yang tidak dikeluarkan, sedikit demi sedikit akan menumpuk dan BOOM! Ia akan meledak jika telah mencapai puncaknya.

Selama kita tidak bisa atau tidak mampu mencurahkan dan mengekspresikan emosi maka bom waktu akan meledak dan mencelakai orang sekitarnya, dan juga orang itu sendiri. Sehingga menjadi penting untuk dapat mengerti cara mengekspresikan emosi yang cocok dengan diri sendiri. 

Katarsis dalam ilmu psikologi biasa disebut sebagai cara untuk meluapkan emosi dalam hati secara positif agar hati dan pikiran menjadi lebih lega. Beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai ruang katarsis adalah:
  1. Bercerita atau curhat dengan teman 
  2. Berolahraga 
  3. Bernyanyi
  4. Berteriak 
  5. Menulis 
  6. Membaca
Cara-cara diatas mudah dan dapat dilakukan oleh semua orang, namun bagaimana dengan remaja yang berkonflik dengan hukum?. Anak berkonflik dengan hukum adalah anak yang sangat rentan terpapar stress. Berdasarkan pengalaman pendampingan dari Shelter Rumah Hati terhadap anak berkonflik dengan hukum (ABH) ditemukan anak yang mengalami gejala stres. Seperti menutup diri dari lingkaran pertemanan, dan sikap yang agresif. Sayangnya mereka tidak dapat bergerak bebas melakukan aktivitas seperti remaja pada umumnya. Kita tahu bahwa kebebasan mereka dicabut sementara. Terlebih lagi lingkungan, semakin menyempitkan kepercayaan diri anak dalam mengekspresikan emosinya. 

Sering melamun, malas dan munculnya konflik di antara anak menjadi jalan pintas mengekspresikan emosi, atau bahkan anak sering tidak mengenali emosinya. Kebutuhan untuk didengarkan tanpa mendapatkan judgment menjadi penekanan dalam membantu menciptakan ruang katarsis untuk mereka. Sederhana, namun mari sejenak renungkan sudahkah ruang-ruang katarsis dikenalkan dan diciptakan untuk anak berkonflik hukum?.

Selasa, 02 April 2024

Mendaki Gunung, Mendidik Karakter Dan Media Meditasi Bagi Anak Yang Berkomplik Dengan Hukum (ABH)

Mendaki Gunung, Mendidik Karakter Dan Media Meditasi Bagi Anak Yang Berkomplik Dengan Hukum (ABH)


Menghadapi anak, terlebih lagi yang yang berkomplik dengan hukum (ABH), tentunya tidak mudah, maka butuh jurus-jurus tertentu dan pendekatan yang berbeda. Mereka harus disentuh tanpa kekerasan dan diperlakukan layaknya sahabat agar anak-anak mau membuka diri untuk mengetahui masalah yang mereka hadapi dan mau menerima bimbingan, salah satunya dengan cara mendaki gunung untuk media mendidik karakter dan meditasi langsung diguru'i oleh alam.

Pendidikan Karakter Nomer Wahid

"Now I see the secret of making the best person: it is to grow in the open air, and to eat and sleep with the earth." (Walt Whitman)

Aktivitas pendakian gunung memiliki banyak bahan pengajaran pendidikan karakter yang pastinya dibutuhkan Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH). Kata "karakter" di sini maksudnya bagaimana seseorang menampilkan kebiasaan positif dalam menyikapi segala kejadian yang dihadapinya dalam kehidupan, melalui kegiatan mendaki gunung, anak-anak ABH dapat membangun karakter positif dirinya secara alamiah.

Mendaki gunung bukan kegiatan impulsif karena kegiatan ini mengharuskan anak-anak ABH melakukan persiapan dengan baik. Maka, anak-anak ABH yang hendak melakukan aktivitas ini sebenarnya telah belajar banyak hal positif, bahkan sejak persiapan awal dilakukan. Persiapan itu diantaranya meliputi penentuan tujuan, merancang target perjalanan, mencari tahu support system yang ada, mempelajari tips dan penanganan darurat ketika menghadapi kondisi darurat, atau membuat daftar peralatan dan perbekalan yang dibutuhkan untuk mendaki. Secara sadar, tentu saja, melakukan persiapan perjalanan pendakian akan melatih anak-anak ABH terbiasa untuk tidak gegabah dan selalu penuh perhitungan di setiap langkahnya. 

Dua hal ini pasti dibutuhkan dalam menjalani petualangan kehidupan sehari-hari. Dengan melakukan perencanaan, seseorang juga belajar bertanggung jawab atas segala aktivitas yang akan dilakukannya dalam perjalanan mendaki gunung, anak-anak ABH disuguhkan pada keindahan dan kemegahan alam pegunungan. Dengan hadir secara langsung, semua panca indra terlibat untuk membuktikan alam begitu indah sehingga kita bertanggung jawab untuk selalu memeliharanya, anak-anak ABH akan dilatih untuk menjadi anak-anak yang penuh cinta pada lingkungannya, terarah untuk bertanggung jawab pada dunia, paling tidak pada lingkungan di sekitarnya. Tidak membuang sampah sembarangan atau merusak ekosistem yang ada menjadi pelajaran paling sederhana namun sangat penting yang bisa didapat melalui aktivitas naik gunung.

Sementara itu, pelajaran lainnya bisa diambil dari mendaki gunung adalah pelajaran tentang disiplin, tanggung jawab, tidah mudah putus asa, serta berani mengambil keputusan dengan tepat. Karena, ketika melakukan pendakian, anak-anak ABH dihadapkan pada banyak tantangan. Tentu saja, medan perjalanan sudah pasti menanjak, tidak rata, dan pastinya menguras tenaga. Jalur pendakian kerap tidak begitu jelas, dan banyak kali ditemukan persimpangan. Sering kali jurang terbentang di kiri atau kanan jalan setapak, menghentikan rencana perjalanan. Belum lagi udara dingin menggigit, sementara oksigen yang kian tipis membuat napas menjadi lebih berat dan tersengal. Untuk itulah, anak-anak ABH yang mendaki gunung diharuskan membawa perlengkapan maksimal dalam sebuah tas ransel. Artinya, butuh perjuangan keras untuk melakukan pendakian dengan beban yang dipikulnya untuk mencapai tujuan yaitu puncak gunung. 

Mungkin, beberapa orang melihat semua hal di atas adalah masalah sehingga menghindar diri dari kegiatan ini. Naik gunung adalah hobi atau olahraga yang melelahkan! Namun, menyikapi semua hal itu, anak-anak ABH memiliki kesempatan untuk belajar melihat, mengamati, menganalisa, menyiasati, mengantisipasi, mengambil keputusan, atas situasi dan kondisi yang ada. anak-anak ABH dilatih untuk tidak cepat berkeluh kesah dan berjuang untuk mencapai tujuan lebih besar. Anak-anak ABH bisa belajar disiplin dan mengelola rasa malas dan lelah demi mencapai tujuan yang diinginkan. Anak-anak ABH belajar untuk berlaku berani, namun dengan prinsip berhati-hati. Contoh latihan disiplin adalah ketika beristirahat, sangat dianjurkan anak-anak ABH untuk mengambil jaket untuk memelihara panas tubuh yang ada. Sebab, sering kali, panas tubuh perlahan menghilang berganti dengan rasa dingin menggigit. Rasa lelah sering kali membuat anak-anak ABH malas untuk bergerak membuka tas untuk mengambil dan kemudian mengenakan jaket. 

Nah, di sinilah anak-anak ABH belajar untuk disiplin mengelola rasa malas dan bergerak meraih ranselnya, mengeluarkan jaket, dan mengenakannya. Sebab, dengan mengabaikan disiplin, tujuan tak akan didapat, dan sesuatu yang tidak diharapkan dapat terjadi. Dalam kehidupan keseharian, banyak kejadian tidak mengenakan terjadi hanya karena kita tidak berhasil disiplin. Kita kerap enggan mengalahkan rasa malas yang ada. Bahkan, anak-anak ABH sering kali memiliki banyak ketakutan ataupun kekhawatiran dalam dirinya sebelum melakukan sesuatu yang menjadi tujuannya. Dari sini, bisa disimpulkan, bahwa aktivitas mendaki gunung memungkinkan anak-anak ABH mengalami rasa takut dan cemas akan kondisi yang timbul di lapangan. 

Namun, pengalaman mendaki lambat laun memberikan kesempatan pada anak-anak ABH untuk mengelola rasa takut dan kekhawatiran yang timbul dengan melakukan tindakan yang diperlukan. Selain itu, pelajaran penting lainnya, mendaki gunung merupakan olahraga yang melibatkan individu lain. Maka, dalam melakukan perjalanan mendaki, sering kali kita dihadapkan pada kondisi medan yang sulit, sementara tidak semua teman seperjalanan memiliki kemampuan fisik yang merata. Dalam perjalanannya, anak-anak ABH mungkin akan kedinginan, terpeleset, jatuh, ataupun merasa lelah. 

Anak ABH masing-masing berkesempatan memberikan bantuan, dukungan, ataupun perhatian satu sama lain. Di sinilah, mendaki gunung melatih anak-anak ABH untuk peka akan kondisi yang ada. Karakter suka menolong bisa terasah melalui kondisi seperti ini. Ketika mendaki, sesama anak-anak ABH bisa berbeda pendapat dalam menentukan jalur yang dilewati atau target yang hendak dicapai. 

Melalui mendaki gunung, anak ABH dilatih untuk mengenal kepribadian dan karakter berbagai individu. anak ABH berlatih untuk mengembangkan kemampuan interpersonal, termasuk di dalamnya berlatih menyikapi setiap karakter, kemampuan dan kecakapan berbeda yang dimiliki oleh masing-masing anak-anak 

Rasanya, di sinilah anak-anak ABH bisa belajar untuk menjadi rendah hati dan mau mendengarkan pendapat orang lain dengan penuh perhatian, mengemukakan pendapat dan bernegosiasi, bijak terhadap kondisi sulit, tegas, tapi juga memiliki sikap toleransi sekaligus mementingkan kepentingan kebanyakan orang dan tidak egois.

Pengalaman Meditasi

Lebih dalam lagi, selain menjadi kegiatan sosial, aktivitas mendaki gunung bagi anak ABH merupakan kegiatan meditatif. Dikatakan pengalaman meditasi, karena pada saat mendaki, anak-anak seperti anak-anak ABH yang sedang bermeditasi, belajar untuk fokus pada apa yang sedang anak-anak ABH lakukan pada saat itu saja. Anak-anak hanya akan berfokus pada mengatur nafas dan memperhatikan langkah. Anak-anak belajar untuk tidak menghawatirkan masa lalu maupun apa yang akan terjadi di kemudian hari. Anak-anak belajar untuk hadir secara sadar pada setiap detik. Ini suatu skil yang penting dalam menjalani kehidupan sehari hari, yaitu hadir secara penuh dalam setiap detik untuk fokus melakukan yang terbaik.

Tentu saja, pembentukan karakter tidak lahir sekonyong-konyong, namun membutuhkan latihan panjang. Mempercayai bahwa aktivitas mendaki gunung adalah sarana pendidikan karakter yang alami, oleh karena itulah, Shelter Rumah Hati memutuskan untuk memperkenalkan aktivitas mendaki gunung pada anak Berkonflik dengan Hukum (ABH). Mendaki gunung ternyata memberi sejumlah manfaat untuk anak-anak ABH ini. Berbekal pengetahuan tentang kegiatan mendaki gunung, kegiatan ini menjadi kegiatan sangat menyenangkan sekaligus menjadi pendidikan karakter dan media meditasi bagi Anak yang berkonflik dengan Hukum (ABH).