Minggu, 26 Mei 2024

Merawat Imajinasi Anak Lewat Film Dunia Rahasia Milik Arriett

Merawat Imajinasi Anak Lewat Film Dunia Rahasia Milik Arriett

The Secret World of Arrietty lahir dari dapur Studio Ghibli yang diadaptasi dari novel The Borrowers karya Mary Norton. Seorang teman merekomendasikan film ini kepada saya dengan jaminan visual yang menyegarkan dan cerita yang menyenangkan. Dari situlah, saya tertarik untuk membuktikannya.
Gambaran Persahabatan Tulus

Film The Secret World of Arrietty disutradarai oleh Hiromasama Yonebayashi dan diproduksi oleh Toshio Suzuki. Lebih dari 11 tahun berlalu setelah film ini pertama kali diluncurkan, tepatnya pada 17 Juli 2010. The Secret World of Arrietty sebenarnya memiliki premis yang sederhana, yaitu tentang persahabatan tulus antara Arrietty dan Sho yang memiliki lingkungan berbeda. Yup, Arriety adalah peminjam (borrower) yang tinggal bersama ayah dan ibunya di bawah lantai rumah yang ditinggali oleh Sho. Sementara itu, Sho adalah remaja lelaki yang sedang menghabiskan waktu sejenak di rumah bibinya tersebut.

Premis yang sederhana tidak membuat film ini terasa membosankan. Justru, kesederhanaan tersebut membuat film ini bisa dinikmati oleh semua kalangan, termasuk anak-anak. Kisah persahabatan antara Arrietty dan Sho menggambarkan dengan indah rasa saling percaya dan kepedulian satu sama lain dalam memperjuangkan hidup mereka. Karakter dalam film ini juga beragam dan sangat jelas, sehingga anak mudah sekali untuk memahami peran setiap karakternya.
Visual yang Memanjakan Mata

Kabarnya, film berdurasi 95 menit ini menggunakan teknologi nanoscience. Hal ini dapat terlihat pada beberapa adegan di dalam film. Permainan warna yang lembut dan pas, membuat visual penonton seperti dimanjakan. Pemilihan musik latar pada Arrietty ini juga beragam dan sangat mendukung adegan, jenis musik yang dipilih pun dapat membuat penontonnya seperti merasakan kedamaian.

Tidak hanya rasa bahagia dan polos yang ditawarkan, film ini juga memberikan warna tegang, sedih, dan haru. Emosi yang dimunculkan bisa dilihat dalam beberapa adegan dalam film itu sendiri. Lalu apakah yang membuat imajinasi anak bisa berkembang?

Dalam film ini digambarkan dua manusia yang memiliki ukuran tubuh yang berbeda, mereka berada dalam satu lingkungan namun memiliki cara adaptasi yang berbeda. Arrietty memiliki ukuran tubuh yang jauh lebih kecil dibanding Sho. Hidup peminjam ini biasanya berada di bawah rumah yang dipinjam, barang yang dipakai pun juga merupakan sebagian kecil atau potongan kecil milik yang dipinjam. Ini yang menjadi menarik, karena fungsi benda di dunia Arrietty dan dunia Sho sangat berbeda, meskipun dalam satu benda yang sama. Hal ini tentu saja dapat mendorong daya imajinasi anak saat menontonnya.

Penasaran, kan? Selamat menonton film ini bersama keluarga di rumah!

Rabu, 15 Mei 2024

Film Juvenile Justice dan Realita Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH)

Film Juvenile Justice dan Realita Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH)

Saat menonton fim bergenre crime ini jangan harap anda akan menemukan kisah percintaan atau komedi di dalammnya, sebagaimana drama Korea pada umumnya. Selama sepuluh episode, kita disuguhakan berbagai kasus-kasus kriminal yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Sebagian besar andegan film merupakan proses penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH).
Di Indonesia sendiri penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum di atur dalam Undang-undang nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem perdilan Pidana Anak (SPPA). Undang-undang ini bertujuan untuk mewujudkan peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik untuk anak yang berhadapan dengan hukum. Mungkin terdapat perbedaan antara sistem peradilan pidana anak di Korea dengan Indonesia. Namun realita anak berhadapan dengan hukum tidak ada perbedaan.

Faktor Risiko Keluarga
Selama kurang lebih tiga tahun saya terlibat dalam penanganan ABH, banyak hal yang saya amini dari film Juvenile Justice. Apa yang diceritakan dalam film tersebut benar saya alami di lapangan. Anak yang melakukan tindak kejahatan selalu dipengaruhi secara tidak langsung oleh faktor dari luar diri mereka. Faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal dan pengaruh teman sebaya (peer group) memberikan dampak signifikan terhadap tumbuh kembang anak.

Faktor keluarga mempunyai peran paling besar dalam pembentukan sikap dan kepribadian seorang anak. Anak-anak yang melakukan perbuatan melawan hukum sebagian besar memiliki latar belakang keluarga yang tidak berfungsi dengan baik.

Lima dari delapan anak yang pernah saya tangani memiliki latar belakang keluarga yang tidak utuh. Sebagian karena perceraian dan sebagian lagi akibat kematian salah satu orangtua. Tiga anak lainnya masih memiliki orangtua utuh, namun orangtua dalam keadaan sakit atau sudah usia lanjut. Kondisi orangtua yang seperti ini membuat pengasuhan anak tidak dilakukan maksimal. Sehingga yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana keluarga menjalankan fungsinya. Fungsi dalam memberikan pengasuhan yang terbaik untuk anak.

Dalam film Juvenile Justice juga dikisahkan bagaimana ada seorang anak remaja perempuan berusia 16 tahun tega melakukan pembuhunan terhadap anak berusia 10 tahun. Pelaku anak tersebut bahkan merasa puas dan bahagia setelah membunuh korban kemudian dimutilasi. Anak tersebut berasal dari keluarga yang serba kecukupan, tapi ternyata dirinya hanya tinggal seorang diri dalam sebuah apartemen mewah. Kedua orangtuanya sibuk menjalankan bisnis di luar negeri. Bahkan pada saat anaknya menjalani proses persidangan orangtuanya tidak hadir dengan alasan sibuk bekerja.

Kita bisa melihat bahwa yang dibutuhkan anak bukanlah hidup serba kecukupan. Mereka lebih membutuhkan kehadiran orangtua dalam kehidupan. Saya teringat apa yang diucapkan oleh seorang ibu pengelola Lembaga Penyelenggara Kesejahteran Sosial (LPKS) dalam film ini.

“Awal kenakalan anak itu berasal dari keluarga, mereka mencari perhatian dengan melakukan tindakan melanggar hukum, dengan dihukum mereka ingin orangtuanya sama-sama merasakan penderitaan yang dialami selama ini”.

Beberapa tindakan kriminal yang dilakukan anak bisa juga karena suatu bentuk balas dendam anak terhadap orangtua. Mereka butuh perhatian dan kasih sayang dari orangtua. Mereka mungkin selama ini merasa diabaikan. Sayang, masih banyak orangtua yang tidak menyadari bahwa perlakuan mereka terhadap anak-anaknya akan mempengaruhi sifat pembangkangan anak. Lama kelamaan sifat tersebut mendorong mereka untuk semakin berani untuk melakukan tindakan melanggar hukum.

Anak Korban Kekerasan
Anak-anak yang mengalami tindakan kekerasan dalam rumah tangga, juga menjadi rentan untuk melakukan tindakan serupa di kemudian hari. Mereka akan mencari pelampiasan atas apa yang mereka alami. Pelampiasan yang dilakukan akan cenderung kepada perilaku destruktif dan agresif.

Kita tentu masih ingat dengan kejadian seorang bocah perempuan melakukan pembunuhan terhadap balita. Bahkan pelaku sama sekali tidak merasa menyesal setelah melakukan perbuatan keji tersebut. Anak tersebut mengaku terinspirasi dari film horor yang sering dilihatnya. Setelah dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan, diketahui anak tersebut merupakan korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang terdekatnya.

"Anak yang menjadi korban kekerasan rumah tangga tidak pernah akan tumbuh dewasa. 10 tahun, 20 tahun, itu semua hanya waktu yang berlalu. Sementara mereka terperangkap sendirian di masa lalu” tegas Hakim Cha Tae Jo dalam film.

Kekerasan yang terjadi terhadap anak bukan terbatas hanya kekerasan fisik saja. Kekerasan verbal dari orangtua dan orang terdekat malah lebih sering terjadi tanpa disadari oleh pelakunya. Kita sebagai orangtua seringkali menuntut banyak hal terhadap anak kita. Ingin agar anak kita selalu mendapatkan nilai bagus, juara kelas atau prestasi lainnya. Orangtua tidak pernah tahu rasa sakitnya hati anak mereka ketika diperlakukan seperti itu.

Seperti yang dilakukan oleh Hakim Kang dalam film, yang menuntut anaknya untuk mendapatkan nilai bagus di setiap ujian sekolah. Sering juga anaknya dibandingkan dengan anak lainnya yang selalu mendapatkan nilai bagus. Akibatnya anak Hakim Kang mengalami tekanan yang kemudian membuat dirinya terlibat dalam tindakan kecurangan dalam ujian. Tentu hal semacam ini bukan yang kita harapkan selaku orangtua.

Melalui film ini kita dapat belajar banyak hal. Kita selaku orangtua disadarkan bahwa perlu melakukan instropeksi terhadap peran kita selama ini sebagai orangtua. Apakah yang kita lakukan selama ini sudah memenuhi kebutuhan anak secara menyeluruh, bukan sekedar kebutuhan materiil saja. Apakah kita sudah menjalankan fungsi sebagai seorang ayah atau ibu untuk anak-anak kita?

Senin, 06 Mei 2024

Menjadi Dewasa Tanpa Tahu Apa Apa

Menjadi Dewasa Tanpa Tahu Apa Apa

Orang dewasa yang hebat bukanlah mereka yang sempurna tanpa kesalahan, tetapi mereka yang belajar dari kesalahannya dan maju perlahan."

Ada hal-hal yang baru disadari dalam proses pertumbuhan menjadi dewasa. Ada banyak hal di dunia ini yang membuat orang dewasa ingin menangis. Jauh lebih banyak daripada saat kita masih kecil, yang menangis hanya karena terjatuh. Banyaknya luka yang terukir di dalam hati selama hidup bukan makin berkurang, justru makin bertambah, hingga pada akhirnya perasaan ingin menangis itu muncul saat diri kita terusik akan hal yang sepele sekalipun. Meskipun luka yang lama telah mengeras menjadi koreng, tetapi saat muncul goresan baru di bagian yang lain rasanya akan sangat sakit.

“Aku pikir orang dewasa tidak ada yang menangis. Aku pikir, aku tidak akan terluka setelah menjadi orang dewasa. Aku pikir, aku tidak akan merasa goyah. Aku pikir, semuanya akan tampak dengan jelas. Terluka dan menangis setiap hari. Merasa goyah dan khawatir setiap saat, ternyata seperti itulah orang dewasa. Meski sakit, kamu harus terus menahannya, ternyata seperti itulah orang dewasa. Seperti itulah diriku, yang tumbuh menjadi dewasa tanpa tahu apa apa.”

Ya, buku ini merupakan esai pemikiran penulis dengan POV orang dewasa tapi tidak selalu dibandingkan dengan kehidupan anak-anak. Ada tulisan yang komparatif yang intinya s "saat kecil dulu kita begitu menikmati sekitar, namun saat dewasa kita seolah dikejar banyak hal, lupa menikmati". Namun banyak juga tulisan lainnya yang sifatnya hanya menjelaskan tanpa komparasi.

Diawali dengan prolog berjudul Menjalani Hidup dengan Berpura-pura Menjadi Orang Dewasa, ada 4 bab di dalam buku ini antara lain:


📚 Orang Dewasa Juga Punya Hari Ketika Mereka Ingin Menangis Sejadi-jadinya

📚 Saat Kamu Berdiri di Perbatasan Antara Anak-anak dan Orang Dewasa

📚 Kupikir yang Kubutuhkan Hanya Cinta

📚 Kisah Orang Dewasa yang Hobi Memiliki Perasaan Senang dan Sedih Bergantian

Ketika masih berusia kanak-kanak, mungkin sebagian dari kita merasa heran dengan kehidupan orang dewasa. Kita juga menganggap orang dewasa paling berkuasa dengan melihat contoh orangtua kita sebagai orang dewasa yang paling dekat dengan kita.

Kita juga mungkin banyak mendengar nasihat ini itu yang hanya diperuntukkan bagi orang dewasa.

"Jangan nonton film itu, itu film orang gede."

"Kalo ibu bapak kan sudah dewasa, kamu masih kecil."

Setidaknya itu semua yang aku alami dan rasakan. Bagaimana dengan kalian?

Ketika usia beranjak remaja, kemudian perasaan heran berbuah keinginan. Ya, mungkin sebagian dari kita mendambakan menjadi sosok orang dewasa.

"Jadi orang dewasa itu kayaknya enak ya. Bebas melakukan ini itu. Bebas ngapain aja." pikirku saat usia remaja dan pra dewasa.

Kebalikannya, ketika sudah (berusia) dewasa, sebagian dari kita justru merindukan masa kanak-kanak ketika dunianya hanya seputar bermain sambil belajar. Kita juga merindukan dunia remaja ketika asa begitu menggebu, pertengahan antara anak-anak dan dewasa.

Menjadi orang dewasa ternyata beban hidup bertambah, pertanyaan ini itu bertambah; kapan lulus, kapan nikah, kapan punya anak dan kapan lainnya. Kita mungkin tidak berekspektasi terhadap itu semua yang akhirnya membuat kita berpikir..

"Aku sudah dewasa, tapi kok kayak ga tahu apa-apa?"

Menurutku buku ini hadir untuk menepuk pundak kita sesama orang dewasa bahwa menjadi dewasa tidak harus selalu tampak kuat tanpa air mata dan kesedihan apalagi penuh tuntutan. Menjadi orang dewasa harusnya menjadi manusia yang bahagia dan berpikir positif sebanyak dan sesering mungkin tapi juga punya filter ✨

Melalui buku ini, dari sudut pandang seorang dewasa, aku jadi merenungkan.. sudahkah aku menyiapkan anakku untuk menjadi pribadi dewasa kelak? Orang dewasa yang tidak hanya secara usia dan fisik tapi juga kematangan emosi. Karena tujuan pendidikan anak salah satu yang penting adalah menyiapkannya menjadi orang dewasa yang mandiri dan matang emosional.. Semoga kita para orangtua dimampukan ya!

Minggu, 05 Mei 2024

Esok, Matahari Akan Terbit Kembali, tapi Bagaimana dengan Malam Ini?

Esok, Matahari Akan Terbit Kembali, tapi Bagaimana dengan Malam Ini?

Buku ini menceritakan tentang pengalaman hidup yang dialami oleh penulis, baik pengalaman saat penulis masih kecil hingga dirinya berada di kondisi seperti sekarang. Penulis menulis dengan jujur tentang perasaan-perasaan yang dialaminya, tentang hidup yang berat dan harus dilaluinya. Penulis mempunyai pengalaman hidup yang membuatnya sempat merasa begitu terpuruk sampai akhirnya dirinya memberanikan diri untuk mendatangi psikiater untuk membantu masalah kesehatan mentalnya. Penulis mengalami gangguan panik atau kecemasan berlebih. Penulis menyadari bahwa menceritakan kondisi diri bukanlah suatu hal yang mudah dan begitu sulit. Tetapi penulis tetap memberanikan diri demi dirinya bisa merasa lebih baik dan sembuh.

“Ketika hati terasa sakit, kita harus segera menanganinya. Jangan bersikap cuek dan menyerahkannya begitu saja pada waktu. Kita harus menyentuh hati yang terluka itu dengan lembut dan memberinya tepukan yang hangat. Seharusnya tidak ada malam ketika aku harus tertidur dengan luka yang bukan milikku.” halaman 39

Buku Yeon Jeong ditulis dengan penuh kejujuran dan ketulusan memberikan pesan bahwa kita tidak boleh mengabaikan luka, sekecil apapun luka itu kita rasakan. Kita harus jujur pada diri sendiri. Penting untuk kita mencari bantuan, entah kepada teman dekat; keluarga; atau orang-orang yang kita percaya untuk berbagi hal yang kita rasakan. Berbagi bahwa kita sedang tidak baik-baik saja. Bahkan penulis memberikan pesan untuk mencari bantuan profesional kepada psikolog maupun psikiater agar dapat membantu masalah-masalah yang kita hadapi ketika diri kita memang sedang tidak baik-baik saja. Kita diminta untuk jujur, terbuka, dan tidak menyembunyikan tentang kondisi diri kita.

“Aku harap kalian tidak menganggap bahwa menemui psikiater adalah hal yang aneh. Aku berharap bahwa orang yang cukup sakit untuk membutuhkan konseling tidak akan terluka lagi. Sebab, pada kenyataannya, ada orang yang tidak bisa memberi tahu orang-orang di sekitarnya meski dia sendiri menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan konseling. Dia hanya bisa mencari tahu informasi dari internet meskipun setiap napas yang diembuskannya terasa begitu menyakitkan.” halaman 64-65

Ketika membaca buku ini, rasanya kita tidak hanya ikut merasakan kondisi yang dirasakan penulis tetapi juga pelan-pelan menyadari kondisi diri kita dan menyelam kembali tentang pengalaman yang pernah kita lalui dalam hidup kita; apakah kita benar-benar baik-baik saja selama ini? Butuh keberanian yang jujur kepada diri sendiri bahwa kita terluka, kemudian memberanikan diri untuk berbenah demi kesehatan mental kita. Membaca buku ini mungkin akan membuat kita menangis, tetapi rasanya begitu melegakan. Meskipun demikian, buku ini disarankan dibaca oleh teman-teman yang berusia 15 tahun ke atas seperti yang terkutip pada sampul belakang buku ya.

Perlu kita ingat bahwa kesehatan yang perlu kita jaga tidak hanya fisik, tetapi juga mental. Keduanya sangat berarti bagi langkah kita dalam menjalani kehidupan. Jangan sungkan dan takut untuk meminta bantuan jika kita benar-benar membutuhkan.

Selasa, 23 April 2024

Bahasa Cinta Ayah & Anak Dalam Film Jendela Home

Bahasa Cinta Ayah & Anak Dalam Film Jendela Home

Film berjudul “Jendela (Home)” dari Studio Sanak yang bisa kalian nikmati di youtube. Film ini membingkai hubungan antara ayah dan anak laki-laki. Sekilas tak ada yang aneh dalam film ini, tapi detik-detik kecanggungan itu akan mulai terasa saat kereta melaju. Sang anak laki-laki hanya sibuk memperhatikan jendela kereta, sedangkan sang ayah pun malu-malu untuk membuka obrolan. Mereka saling melempar pandangan tanpa keluar satu patah kata pun. Dada kita akan dibuat sangat nyeri justru ketika ayah dan anak laki-laki ini membuka suara

Memahami Bahasa Cinta Ayah 

Bahasa yang terbangun antara ayah dan anak sebaiknya terbentuk dan dibentuk sejak kecil, bagaimana kedekatan itulah yang akhirnya membentuk bahasa. Bahasa sendiri menjadi cara manusia untuk berkomunikasi antara satu sama lain. Dalam ilmu linguistik, semakin sering seseorang berbicara dengan lawan bicaranya, mereka akan memilki common ground atau kesamaan antara dua pihak.

Hal tersebut menyebabkan apabila hubungan anak dan ayah yang dibangun sejak kecil renggang dan jarang berkomunikasi, common ground di antara mereka juga terbatas. Sang ayah yang tidak ingin nampak berlebihan akhirnya justru hanya mengeluarkan bahasa sederhana dan cenderung dangkal. Lalu anak, utamanya laki-laki juga tidak ingin terlihat cengeng karena sang ayah jarang menunjukkan emosi itu sehingga ia pun melakukan hal yang sama, yaitu berbicara seperlunya.

Di sisi lain, rupanya dalam diri mereka ini butuh sekali obrolan yang lebih deep dan intens. Ayah sering kali meminta perantara ibu untuk mengetahui kondisi anak.

Kedekatan ayah dengan anak laki-lakinya sebaiknya dibangun sejak kecil. Peran ayah dan ibu sama imbangnya karena anak-anak adalah peniru ulung. Ketika sang ibu menampakkan sisi keibuannya yang tidak malu-malu untuk perhatian, anak pun merasa lebih nyaman dan aman. Ketika sang ayah menunjukan sikap yang tahan banting, anti cengeng pada anak, maka anak pun mungkin akan berpikir dua kali untuk mendekati sang ayah. Maka dari itu, kecanggunggan ayah dan anak laki-laki bisa dikurangi dengan selalu mengajak anak berkomunikasi, tidak hanya dengan menunjukan aktivitas fisik saja.

Kamis, 11 April 2024

Film Remaja Berandalan Yang Berjuang Mengenyahkan Ego (Film Gridion Gang)

Film Remaja Berandalan Yang Berjuang Mengenyahkan Ego (Film Gridion Gang)

Di film ini, Dwayne Johnson berperan sebagai Sean Porter, petugas rehabilitasi di penjara tersebut. Menjalani tugasnya, Porter merasa frustasi dengan kemungkinan bila para remaja tersebut keluar dari penjara, mereka akan melakukan kejahatan lagi.

Atau kemungkinan paling terburuk, mereka akan meninggal karena terlibat dalam tindakan berbahaya.
Karenanya, dia memikirkan cara agar bagaimana remaja itu benar-benar bisa keluar dari 'dunia hitam. Maka, dia pun berinisiatif membentuk tim football America di pusat penahanan tersebut.

Selain itu, sebagai mantan pemain football America (di kehidupan nyata Dwayne Johnson pun memang demikian), Porter berharap dengan membentuk tim olahraga, para remaja berandalan ini bisa berlatih bertanggung jawab dan juga bekerja sama.

Singkat kata, Porter ingin membuat para remaja yang sering dianggap pecundang itu bisa berusaha memperjuangkan kehidupannya. Mereka bisa menjadi manusia yang bangga dengan dirinya sendiri.

Bersama rekannya, Malcolm Moore yang diperankan rapper Xzibit, Porter berhasil membentuk tim fotball bernama Kilpatrick Mustangs. Mereka ingin ikut kompetisi. Hanya saja, waktu menuju kompetisi hanya menyisakan empat minggu.

Tentu saja, tidak mudah mengubah kepribadian dan kebiasaan remaja-remaja yang hobinya gegeran dan bikin konflik, menjadi pemain football yang disiplin. Ketika latihan banyak masalah terjadi. Utamanya perselisihan antar pemain.

Di sinilah hebatnya Dwayne Johnson. Dia cukup piawai menghidupkan sosok Porter sebagai pelatih yang keras, bersahabat dan punya kalimat-kalimat hebat untuk memotivasi timnya.

Porter tahu, dirinya dihadapkan pada tugas berat membantu anak-anak bermasalah itu keluar dari masalahnya. Namun, dia percaya football bisa membuat mereka jadi lebih punya tanggung jawab, dekat satu sama lain, punya rasa solidaritas, bekerja sama dan menjadi juara.

"Right now, you are all losers, but if you accept this challenge and stick with the program you are all going to be winners at the end," ujar Porter, saat meyakinkan pemainnya bahwa mereka bisa menjadi pemenang. Bukan pecundang.

Pesan dari Gridiron Gang untuk Kita
Adegan terbaik film ini muncul ketika Porter berkeinginan membesuk ibunya yang tengah sakit keras di rumah sakit tapi berbarengan dengan jadwal latihan tim. Dia lantas memutuskan melatih.

Namun, Porter dibuat penasaran karena tidak ada satupun pemain yang berlatih. Ketika masuk ke kamar ganti pemain, ia mendapati pemainnya sudah menyiapkan rangkaian bunga untuk ibunya.

"Semoga dia cepat sembuh dan bisa melihat kami bermain," ujar salah seorang pemain.

Adegan ini menyentuh. Sebab, rasa simpati itu dilakukan oleh sekumpulan berandalan yang sebelumnya bahkan tak pernah peduli pada orang lain.

Pada akhirnya, dengan tim berisikan orang-orang yang sudah berasa seperti keluarga, yang punya rasa solidaritas dan bisa mengenyahkan ego, tim Mustangs akhirnya menang di laga play off atas lawan sama yang sebelumnya meng-KO mereka 38-0.

Ada banyak pesan bagus yang muncul dari film karya sutradara Phil Joanou serta penulis Jeff Maguire ini. Tentang setiap orang memiliki kesempatan berubah menjadi lebih baik. Tentang kemenangan dalam hidup yang harus diperjuangkan.

Utamanya tentang pentingnya solidaritas dan persaudaraan dalam mencapai harapan yang ingin diperjuangkan.

Dari Gridiron Gang, kita bisa mendapat pencerahan. Bahwa solidaritas dan kemampuan bekerja sama itu bukan hanya milik 'mereka yang lurus' dan 'anak manis' yang dianggap baik oleh masyarakat.

Mereka yang dulunya pernah dicap buruk oleh lingkungannya, ternyata juga bisa bekerja sama satu lain. Bahkan mungkin, rasa solidaritas yang tercipta di antara mereka, bisa lebih kuat. Sebab, mereka harus lebih merasakan konflik dan kekecewaan sebelum menjadi saudara.

Senin, 08 April 2024

Belajar Mengamati Tuntunan Dari Tontonan Film Mirecle in Cell No.7

Belajar Mengamati Tuntunan Dari Tontonan Film Mirecle in Cell No.7

Bermodalkan proyektor yang dipinjamkan oleh relawan Shelter Rumah Hati, dan suara dari leptop alakadarnya terlaksanalah nobar bareng dengan anak ABH. Dalam acara tersebut, film yang diputarkan oleh para pendamping dari film action sampai pada film Mirecle in Cell No.7 yang merupakan film rekam ulang dari Korea Selatan yang di sutradarai oleh Hanung Bramantyo dan telah tayang di bioskop Indonesia sejak tahun 2022 silam.

Film ini menceritakan tentang seorang ayah yang memiliki keterbatasan dalam hal kecerdasan dan mental yang dimasukkan ke dalam penjara dan dihukum mati atas tuduhan palsu yang dilayangkan kepadanya.

Tujuan nonton bareng film Miracle in Cell ini adalah untuk memberi pesan-pesan moral kepada para anak ABH, terkait pentingnya membangun hubungan yang baik antara seorang anak dengan orang tuanya, serta berkasih sayang satu sama lain walau dalam banyak keterbatasan.

nonton bareng ini tujuannya untuk menumbuhkan rasa empati serta simpati dari dalam diri anak ABH khususnya kepada orang tua mereka, harapannya melalui film ini para anak dapat belajar bagaimana besarnya peran dan kasih sayang orang tua yang tidak pernah putus kepada kita walau apapun keadaanya.

Dengan alur cerita yang dikemas sedemikian dramatis dan terarah, fim tersebut sontak memecahkan susanan haru di dalam diri para anak ABH, terlihat beberapa diantaranya sampai meneteskan air mata.

Selain itu, beberapa di antaranya mengaku tidak hanya terharu tetapi juga merasa senang dengan alur cerita yang ditonton serta gembira dengan kegiatan nonton bersama atau nonton bareng yang diadakan untuk mereka tersebut. Sampai teringat keluarga dirumah.

Sabtu, 06 April 2024

Cinta Tak pernah Gagal, Maka Taburlah Benihya

Cinta Tak pernah Gagal, Maka Taburlah Benihya

 

Terlepas dari kesalahan yang mereka lakukan, di mata kami Selter Rumah Hati, mereka tetaplah seorang anak. Mereka adalah anak-anak yang rindu bersama keluarga, rindu untuk bermain, bersenda gurau, dan tertawa bersama. Namun demikian, tak banyak dari mereka yang bisa karena, terisolasi dengan stigma masyarakat.

Hari ini Pendamping Shelter Rumah Hati berdiskusi seputar tradisi puasa serta lebaran di keluarga dan daerah mereka masing-masing. Kami juga berdiskusi mengenai tantangan-tantangan yang mereka hadapi selama menjalankan ibadah puasa di Shelter Rumah Hati. Beragam cerita disampaikan oleh anak-anak ABH, mulai dari masakan khas, seperti menu wajib lontong opor dan sambal goreng, permainan membunyikan petasan, tradisi menaikkan lampion, hingga berziarah ke makam leluhur. Bahkan, anak-anak tak segan bercerita bagaimana mereka secara sembunyi-sembunyi membeli es teh di warung agar tidak ketahuan orang tua. Seru, lucu, dan pastinya berkesan.

Meski seru, tidak semua anak mau merespons pendamping dengan baik dan pendamping sangat memahami tindakan tersebut. Kehidupan mereka yang keras, tak jarang di jalanan membuat mereka kehilangan rasa simpati. Mereka tidak mudah percaya pada seseorang. Bahkan, mungkin mereka tidak biasa menerima bentuk perhatian lebih seperti yang pendamping berikan. Berangkat dari hal inilah Shelter Rumah Hati berusaha setidaknya bisa menjadi teman bagi mereka. Pendamping ingin menjadi teman bermain, berbagi cerita, dan yang terpenting adalah mempersiapkan mereka ketika nanti tiba saatnya mereka harus kembali ke masyarakat.  Tak mudah menghadapi stigma masyarakat terhadap status mereka yang mantan ABH. Kondisi ini yang kerap membuat mereka kembali ke lingkungan komunitas mereka dahulu, karena hanya di sana mereka merasa bisa diterima. Sungguh sangat disayangkan memang, tapi itulah kenyataan yang terjadi di masyarakat kita.

Meski tak banyak yang Shelter Rumah Hati lakukan namun kami percaya, ketika kami berangkat dengan ketulusan hati untuk memberi entah itu perhatian, tenaga, materi, kami sedang menabur benih cinta, dan sekali lagi bahwa cinta tak pernah gagal. Demikian yang kami harapkan untuk anak-anak di ini, semoga benih cinta yang kami tabur boleh bertumbuh di hati mereka. Terlepas sebesar apapun kesalahan yang mereka perbuat, tetap akan ada kesempatan untuk mereka berubah menjadi yang lebih baik.

Inilah yang membuat kami tetap semangat untuk terus menabur benih cinta dan melakukan semuanya dengan sukacita….

Rabu, 03 April 2024

Pengalaman Megajar Teater Di Shelter Rumah Hati Yang Terdokumentasi Dalam Judul Buku “Teater Perubahan”

Pengalaman Megajar Teater Di Shelter Rumah Hati Yang Terdokumentasi Dalam Judul Buku “Teater Perubahan”


Seniman teater Achmad Zainuri (59) dari Bengkel Muda Surabaya, selama hidupnya banyak diperuntukkan dalam dunia teater. Pria yang sudah pernah menyutradarai pertunjukan teater sejak tahun 1993 membuktikan bahwa teater bukanlah memberikan tentang harapan yang diimpikan dan ingin diraih oleh siapa saja, namun baginya teater adalah realitas sesungguhnya dari apa dalam lingkungan kehidupan kita. Sosok Zainuri yang dikenal serius disetiap garapan teaternya dikenal pula sebagai pelatih teater dengan lembaga-lembaga sosial baik di Surabaya maupun di Jombang.

Bersama Shelter Rumah Hati zaenuri dipercaya melatih anak-anak yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA). Zainuri 3 hari dalam satu minggu hadir ke LPA Blitar menemui anak-anak yang menjadi binaan. Di LPA itulah Zainuri mendapatkan banyak tulisan-tulisan dari pengalaman anak-anak dan akhirnya pengalaman itu dipentaskan oleh binaan LPA di dalam LP Blitar, tidak berhenti disitu, Zainuri bersama Shelter Rumah Hati sejak tahun 2012 hingga sekarang 2024 melatih anak-anak yang berada di dalam Shelter Rumah Hati, 

“Saya bertemu dengan anak-anak yang pernah menginap menjadi warga binaan lembaga pemasyarakatan baik dari Lapas Jombang, Rutan Medaeng Sidoarjo maupun dari LPA Blitar yang sudah bebas, dan karena banyak anak-anak yang tidak diterima oleh keluarganya, anak-anak tersebut tinggal sementara di shelter Rumah Hati yang ada di Jombang. Dan mereka pun membagikan pengalaman hidupnya,”ujarnya.

Pengalaman-pengalaman yang diceritakan oleh anak-anak, dituliskan kembali oleh Zainuri, dan akhirnya menjadi garapan teater. Jika dilihat, Zainuri memilih ruang-ruang yang tidak pernah dimasuki oleh seniman ataupun aktor, Zainuri memilih ruang dimana banyak yang harus dilakukan. Dari situlah terjawab sudah bahwa kekuatan Zainuri dalam teater dibuktikan dengan melatih, memberikan cerita dan menimba pengalaman hidup dari anak-anak yang tidak sekolah, broken home, atau anak yang tidak bisa bacatulis. Dan hasilnya anak-anak yang bukan aktor, bukan seniman, dengan kekuatan dan pekerjaan yang sangat berat, akhirnya anak-anak dapat mengekspresikan diri dengan berbagi pengalamanya di dalam pertunjukan teater, bagi anak-anak, pertunjukan teater bukanlah hasil yang dicapai, namun keberhasilanya adalah ketika cerita-cerita pengalaman tersebut mampu menginspirasi banyak orang itulah itulah hasil yang sesungguhnya.

Dari perjalanan selama ini, Zainuri akhirnya membukukan tulisan-tulisan tentang proses belajar bersama dengan anak-anak yang pernah masuk lembaga pemasyarakatan dalam buku berjudul.

“TEATER PERUBAHAN”