Jumat, 17 Mei 2024

Sanksi Dalam Tindak Pidana Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) merupakan pengganti dari UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Setidaknya, terdapat hal-hal penting yang diatur dalam UU SPPA. Dalam UU SPPA terdapat tiga kategori anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana, yakni anak yang menjadi pelaku tindak pidana, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Kedua, mengenai pejatuhan sanksi. Dalam Pasal 69 ayat (2) UU SPPA disebutkan, pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yakni tindakan bagi pelaku tindak pidana yang berumur di bawah 14 tahun dan sanksi bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15 tahun ke atas.

Dalam Pasal 82 UU SPPA disebutkan bahwa yang dimaksud sanksi tindakan adalah dikembalikan kepada orang tua/wali, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPKS, kewajiban mengikuti pendidikan formal/pelatihan yang diadakan pemerintah atau badan swasta, pencabutan surat izin mengemudi. dan perbaikan akibat tindak pidana.

Sedangkan sanksi pidana dijelaskan dalam Pasal 71 UU SPPA yang terdiri dari pidana pokok yakni pidana peringatan, pidana dengan syarat seperti pembinaan di lembaga luar, pelayanan masyarakat atau pengawasan, pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga hingga penjara. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau memberikan kewajiban adat.

Hal lain yang diatur dalam UU SPPA adalah hak-hak anak dalam proses pidana pidana, hak saat menjalani masa pidana dan hak untuk mendapatkan bantuan hukum. Terkait tersingkir, anak yang melakukan tindak pidana dapat ditahan dengan syarat anak tersebut telah berumur 14 tahun atau diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara 7 tahun atau lebih.

Keberadaan UU SPPA ini bertujuan agar terwujudnya peradilan yang menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Salah satu substansi yang mendasar dalam UU SPPA adalah pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi yang bertujuan untuk menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan dalam masyarakat solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan perhitungan. Diversi adalah penyelesaian perkara anak dari proses pidana ke proses di luar pidana pidana.

Posting Komentar