Selasa, 02 April 2024

Mendaki Gunung, Mendidik Karakter Dan Media Meditasi Bagi Anak Yang Berkomplik Dengan Hukum (ABH)


Menghadapi anak, terlebih lagi yang yang berkomplik dengan hukum (ABH), tentunya tidak mudah, maka butuh jurus-jurus tertentu dan pendekatan yang berbeda. Mereka harus disentuh tanpa kekerasan dan diperlakukan layaknya sahabat agar anak-anak mau membuka diri untuk mengetahui masalah yang mereka hadapi dan mau menerima bimbingan, salah satunya dengan cara mendaki gunung untuk media mendidik karakter dan meditasi langsung diguru'i oleh alam.

Pendidikan Karakter Nomer Wahid

"Now I see the secret of making the best person: it is to grow in the open air, and to eat and sleep with the earth." (Walt Whitman)

Aktivitas pendakian gunung memiliki banyak bahan pengajaran pendidikan karakter yang pastinya dibutuhkan Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH). Kata "karakter" di sini maksudnya bagaimana seseorang menampilkan kebiasaan positif dalam menyikapi segala kejadian yang dihadapinya dalam kehidupan, melalui kegiatan mendaki gunung, anak-anak ABH dapat membangun karakter positif dirinya secara alamiah.

Mendaki gunung bukan kegiatan impulsif karena kegiatan ini mengharuskan anak-anak ABH melakukan persiapan dengan baik. Maka, anak-anak ABH yang hendak melakukan aktivitas ini sebenarnya telah belajar banyak hal positif, bahkan sejak persiapan awal dilakukan. Persiapan itu diantaranya meliputi penentuan tujuan, merancang target perjalanan, mencari tahu support system yang ada, mempelajari tips dan penanganan darurat ketika menghadapi kondisi darurat, atau membuat daftar peralatan dan perbekalan yang dibutuhkan untuk mendaki. Secara sadar, tentu saja, melakukan persiapan perjalanan pendakian akan melatih anak-anak ABH terbiasa untuk tidak gegabah dan selalu penuh perhitungan di setiap langkahnya. 

Dua hal ini pasti dibutuhkan dalam menjalani petualangan kehidupan sehari-hari. Dengan melakukan perencanaan, seseorang juga belajar bertanggung jawab atas segala aktivitas yang akan dilakukannya dalam perjalanan mendaki gunung, anak-anak ABH disuguhkan pada keindahan dan kemegahan alam pegunungan. Dengan hadir secara langsung, semua panca indra terlibat untuk membuktikan alam begitu indah sehingga kita bertanggung jawab untuk selalu memeliharanya, anak-anak ABH akan dilatih untuk menjadi anak-anak yang penuh cinta pada lingkungannya, terarah untuk bertanggung jawab pada dunia, paling tidak pada lingkungan di sekitarnya. Tidak membuang sampah sembarangan atau merusak ekosistem yang ada menjadi pelajaran paling sederhana namun sangat penting yang bisa didapat melalui aktivitas naik gunung.

Sementara itu, pelajaran lainnya bisa diambil dari mendaki gunung adalah pelajaran tentang disiplin, tanggung jawab, tidah mudah putus asa, serta berani mengambil keputusan dengan tepat. Karena, ketika melakukan pendakian, anak-anak ABH dihadapkan pada banyak tantangan. Tentu saja, medan perjalanan sudah pasti menanjak, tidak rata, dan pastinya menguras tenaga. Jalur pendakian kerap tidak begitu jelas, dan banyak kali ditemukan persimpangan. Sering kali jurang terbentang di kiri atau kanan jalan setapak, menghentikan rencana perjalanan. Belum lagi udara dingin menggigit, sementara oksigen yang kian tipis membuat napas menjadi lebih berat dan tersengal. Untuk itulah, anak-anak ABH yang mendaki gunung diharuskan membawa perlengkapan maksimal dalam sebuah tas ransel. Artinya, butuh perjuangan keras untuk melakukan pendakian dengan beban yang dipikulnya untuk mencapai tujuan yaitu puncak gunung. 

Mungkin, beberapa orang melihat semua hal di atas adalah masalah sehingga menghindar diri dari kegiatan ini. Naik gunung adalah hobi atau olahraga yang melelahkan! Namun, menyikapi semua hal itu, anak-anak ABH memiliki kesempatan untuk belajar melihat, mengamati, menganalisa, menyiasati, mengantisipasi, mengambil keputusan, atas situasi dan kondisi yang ada. anak-anak ABH dilatih untuk tidak cepat berkeluh kesah dan berjuang untuk mencapai tujuan lebih besar. Anak-anak ABH bisa belajar disiplin dan mengelola rasa malas dan lelah demi mencapai tujuan yang diinginkan. Anak-anak ABH belajar untuk berlaku berani, namun dengan prinsip berhati-hati. Contoh latihan disiplin adalah ketika beristirahat, sangat dianjurkan anak-anak ABH untuk mengambil jaket untuk memelihara panas tubuh yang ada. Sebab, sering kali, panas tubuh perlahan menghilang berganti dengan rasa dingin menggigit. Rasa lelah sering kali membuat anak-anak ABH malas untuk bergerak membuka tas untuk mengambil dan kemudian mengenakan jaket. 

Nah, di sinilah anak-anak ABH belajar untuk disiplin mengelola rasa malas dan bergerak meraih ranselnya, mengeluarkan jaket, dan mengenakannya. Sebab, dengan mengabaikan disiplin, tujuan tak akan didapat, dan sesuatu yang tidak diharapkan dapat terjadi. Dalam kehidupan keseharian, banyak kejadian tidak mengenakan terjadi hanya karena kita tidak berhasil disiplin. Kita kerap enggan mengalahkan rasa malas yang ada. Bahkan, anak-anak ABH sering kali memiliki banyak ketakutan ataupun kekhawatiran dalam dirinya sebelum melakukan sesuatu yang menjadi tujuannya. Dari sini, bisa disimpulkan, bahwa aktivitas mendaki gunung memungkinkan anak-anak ABH mengalami rasa takut dan cemas akan kondisi yang timbul di lapangan. 

Namun, pengalaman mendaki lambat laun memberikan kesempatan pada anak-anak ABH untuk mengelola rasa takut dan kekhawatiran yang timbul dengan melakukan tindakan yang diperlukan. Selain itu, pelajaran penting lainnya, mendaki gunung merupakan olahraga yang melibatkan individu lain. Maka, dalam melakukan perjalanan mendaki, sering kali kita dihadapkan pada kondisi medan yang sulit, sementara tidak semua teman seperjalanan memiliki kemampuan fisik yang merata. Dalam perjalanannya, anak-anak ABH mungkin akan kedinginan, terpeleset, jatuh, ataupun merasa lelah. 

Anak ABH masing-masing berkesempatan memberikan bantuan, dukungan, ataupun perhatian satu sama lain. Di sinilah, mendaki gunung melatih anak-anak ABH untuk peka akan kondisi yang ada. Karakter suka menolong bisa terasah melalui kondisi seperti ini. Ketika mendaki, sesama anak-anak ABH bisa berbeda pendapat dalam menentukan jalur yang dilewati atau target yang hendak dicapai. 

Melalui mendaki gunung, anak ABH dilatih untuk mengenal kepribadian dan karakter berbagai individu. anak ABH berlatih untuk mengembangkan kemampuan interpersonal, termasuk di dalamnya berlatih menyikapi setiap karakter, kemampuan dan kecakapan berbeda yang dimiliki oleh masing-masing anak-anak 

Rasanya, di sinilah anak-anak ABH bisa belajar untuk menjadi rendah hati dan mau mendengarkan pendapat orang lain dengan penuh perhatian, mengemukakan pendapat dan bernegosiasi, bijak terhadap kondisi sulit, tegas, tapi juga memiliki sikap toleransi sekaligus mementingkan kepentingan kebanyakan orang dan tidak egois.

Pengalaman Meditasi

Lebih dalam lagi, selain menjadi kegiatan sosial, aktivitas mendaki gunung bagi anak ABH merupakan kegiatan meditatif. Dikatakan pengalaman meditasi, karena pada saat mendaki, anak-anak seperti anak-anak ABH yang sedang bermeditasi, belajar untuk fokus pada apa yang sedang anak-anak ABH lakukan pada saat itu saja. Anak-anak hanya akan berfokus pada mengatur nafas dan memperhatikan langkah. Anak-anak belajar untuk tidak menghawatirkan masa lalu maupun apa yang akan terjadi di kemudian hari. Anak-anak belajar untuk hadir secara sadar pada setiap detik. Ini suatu skil yang penting dalam menjalani kehidupan sehari hari, yaitu hadir secara penuh dalam setiap detik untuk fokus melakukan yang terbaik.

Tentu saja, pembentukan karakter tidak lahir sekonyong-konyong, namun membutuhkan latihan panjang. Mempercayai bahwa aktivitas mendaki gunung adalah sarana pendidikan karakter yang alami, oleh karena itulah, Shelter Rumah Hati memutuskan untuk memperkenalkan aktivitas mendaki gunung pada anak Berkonflik dengan Hukum (ABH). Mendaki gunung ternyata memberi sejumlah manfaat untuk anak-anak ABH ini. Berbekal pengetahuan tentang kegiatan mendaki gunung, kegiatan ini menjadi kegiatan sangat menyenangkan sekaligus menjadi pendidikan karakter dan media meditasi bagi Anak yang berkonflik dengan Hukum (ABH).

Posting Komentar