Senin, 08 Juli 2024

BICARA SEKS DENGAN REMAJA

Masa remaja ditandai dengan pubertas, yakni menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Terjadi banyak perubahan selama masa ini, baik fisik maupun psikis. Remaja perlu memahami perubahan yang terjadi pada tubuhnya saat pubertas. Perubahan hormonal dan biologis yang terjadi dapat menyebabkan remaja tertarik dengan hal-hal yang terkait dengan seks. Oleh karena itu, berbicara secara terbuka dengan remaja tentang seks merupakan hal yang sangat penting. Bicara seks dengan remaja dapat membantu mereka memahami seks dengan benar. Berdiskusi tentang perilaku seks dan konsekuensinya  dapat mendorong remaja untuk berpikir dengan jernih sebelum mengambil suatu pilihan perilaku.

Hasil survei yang dilakukan oleh The National Campaign to Prevent Teen and Unplanned Pregnancy menunjukkan bahwa para remaja mengatakan bahwa orangtua mereka memiliki pengaruh terbesar atas keputusan mereka tentang seks, lebih dari teman, saudara kandung, atau media. Sebagian besar remaja juga mengatakan bahwa mereka memiliki pandangan yang sama dengan orangtua mereka tentang seks. Selain itu, mereka juga lebih mudah membuat keputusan untuk menunda hubungan seks jika mereka dapat berbicara secara terbuka dan jujur dengan orangtua mereka (https://www.cdc.gov/healthyyouth/protective/factsheets/talking_teens.htm). Hasil survei ini semakin menguatkan alasan mengapa orangtua sangat penting dan harus berbicara tentang seks dengan anak-anak mereka.

Bicara seks dengan anak bagi banyak orangtua bukanlah hal yang mudah. Banyak orang yang merasa sangat canggung bicara seks. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini, misalnya: faktor budaya yang menganggap tabu bicara soal seks; kurang pemahaman dan pengetahuan tentang seks; malu bicara seks apalagi dengan anak sendiri; atau tidak pernah mendapatkan pendidikan seks sehingga tidak punya gambaran tentang pendidikan seks,

Kesehatan reproduksi, jatuh cinta, berciuman, berpacaran, pornografi, self sexvirtual sex, pelecehan; dan hubungan seksual dapat dijadikan sebagai topik obrolan dengan remaja. Topik percakapan harus dilihat secara komprehensif, baik dari segi kesehatan, psikologi, budaya, norma masyarakat, nilai-nilai agama yang dianut dan hukum.  Orangtua harus peka terhadap peluang dan harus memanfaatkan peluang tersebut dengan baik  untuk memulai percakapan. Peluang itu bisa ada saat sedang mendengarkan lagu populer tentang putusnya hubungan asmara; ada berita viral tentang perilaku seks seseorang; ada undangan seminar untuk anak dari sekolah tentang pendidikan seks atau kesehatan reproduksi; saat memperhatikan binar di mata anak  ketika ia melihat seseorang yang ia sukai; saat menemukan kondom atau alat kontrasepsi lain di laci meja belajar anak; ketika ia “kepergok” sedang melihat video porno atau bermain games porno; saat mendapati atau mengetahui anak melakukan self sex (onani atau masturbasi); dan lain-lain.

Agar pembicaraan terasa nyaman dan bermanfaat bagi remaja, di bawah ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua ketika bicara seks dengan remaja, yakni:

Menjadi Pendengar yang Baik dan Setia

Orangtua harus dapat menjadi pendengar yang baik dan setia. Ada orangtua yang kurang mampu menjadi pendengar bagi anak-anak mereka. Ini terjadi karena para orangtua tersebut berfokus dan berorientasi pada bagaimana memberikan arahan, nasihat dan solusi kepada anak mereka. Kemampuan mendengarkan dengan baik terbukti dapat mempererat kualitas suatu hubungan antara orangtua dan anak remajanya. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan bahwa orangtua menghargai anak dan perduli dengan semua hal yang dikatakannya. Hal ini akan membuat remaja merasa nyaman sehingga besar kemungkinan ia akan menjadikan orangtuanya sebagai tempat “curhat”. Dengan demikian, relasi antara orangtua dan anak akan semakin intim dan orangtua akan menjadi mengetahui banyak hal penting yang terjadi pada anak.

Saat ngobrol dengan remaja, dengarkanlah mereka dengan terbuka tanpa menghakimi! Menyela anak ketika ia berbicara atau langsung memberikan komentar apalagi penilaian negatif, dapat membuat anak menjadi marah, malu atau takut. Ini dapat membuatnya merasa tidak nyaman dan mematikan seleranya untuk ngobrol. Sebaliknya, bersikap antusias, terbuka dan jujur tanpa menghakimi dapat membuat remaja merasa nyaman dan percaya. Ia akan menjadikan orangtuanya sebagai tempat bertanya dan meminta nasihat terkait seks. Dengan demikian, orangtua akan dapat membimbing mereka dalam berpikir sehingga mereka mampu memahami sesuatu dengan baik dan mampu mengambil keputusan yang tepat.

Dorong Anak untuk Berbicara

Tidak semua remaja mau dan mampu bicara kepada orangtuanya tentang seks. Rasa malu, tidak biasa “ngobrol” dengan terbuka kepada orangtua, sungkan dan takut bisa menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, orangtua harus dapat mendorong anak untuk berbicara. Saat berbicara dengan anak, hentikan semua kegiatan dan fokus hanya kepada anak dan apa yang ia katakan! Keantusiasan dan keperdulian orangtua yang tampak dari ekpresi wajah, bahasa tubuh dan tarikan nafas dapat meyakinkan anak sehingga ia mau bicara.

Selain itu, memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk berbicara penting dilakukan. Ajukan pertanyaan terbuka, seperti: “Bagaimana perasaan kamu?”;  “Apa yang kamu lakukan saat itu?” dan lain-lain! Hindari pertanyaan tertutup seperti: “Apakah kamu sedih?”, “Apakah kamu suka?” dan pertanyaan tertutup lainnya, yang hanya memerlukan jawaban “iya” atau “tidak”! Pertanyaan tertutup membatasi jawaban anak dan tidak menstimulasi anak untuk bercerita lebih jelas dan detail.

Berbicara dengan Jujur dan Terbuka

Kejujuran dan keterbukaan adalah salah satu kunci keberhasilan komunikasi antara orangtua dan anak. Topik seks memang tidak mudah untuk dipercakapkan oleh dua orang yang berbeda generasi. Akan tetapi, kejujuran dan keterbukaan akan sangat menolong. Bagaimana pun, orangtua sudah pernah ada di posisi anak atau mungkin sudah pernah merasakan apa yang dirasakan dan dialami oleh anak. Misalnya: jika seorang ibu dan anak perempuannya sedang ngobrol tentang berpacaran, maka perlu dipahami bahwa mereka adalah dua orang perempuan. Jadi, berbicara “dari hati ke hati” dan “dari kepala ke kepala”  antara kedua orang perempuan ini adalah hal yang sangat menarik. Yang seorang adalah perempuan dewasa, yang sudah lebih dahulu mengalami hal tersebut dan yang seorang lagi adalah perempuan remaja yang sedang atau akan mengalami hal tersebut. Dengan demikian, sang ibu dapat dengan jujur dan terbuka menceritakan apa yang ia alami dan rasakan ketika jatuh cinta dan berpacaran. Kejujuran dan keterbukaan bukan berarti harus menjatuhkan wibawa dan harga diri seorang ibu di hadapan anak gadisnya, tetapi merupakan pelajaran yang sangat berharga dan bermanfaat bagi proses dan perkembangan hidup selanjutnya. Dari kejujuran dan keterbukaan yang ditunjukkan oleh orangtua, anak akan belajar terbuka dan jujur.

Jelaskan bahwa Seks adalah Hal yang Sehat, Indah dan Penting

Sungkan, malu, atau bahkan tabu bicara soal seks bukan berarti seks itu sesuatu yang kotor dan menjijikan. Seks adalah sesuatu yang sehat, indah dan penting. Orangtua harus dapat menjelaskan hal ini kepada anak! Hubungan seks yang dilakukan dengan benar dan bertanggung jawab oleh pasangan suami istri adalah hubungan seks yang indah, sehat dan penting. Akan tetapi, hubungan seks yang dilakukan dengan tidak bertanggung jawab dan sembrono oleh orang-orang yang bukan pasangan suami istri adalah hubungan seks yang sangat berisiko.

Tidak Berprasangka

Langsung  berprasangka ketika proses “obroloan” sedang berlangsung dapat membuat konsentrasi terganggu. Hal ini tentu dapat dirasakan oleh anak dan dapat membuat seleranya untuk bicara turun bahkan hilang. Selain itu, berprasangka bukan berarti faktanya memang demikian. Misalnya: Ketika anak bertanya tentang berciuman, bukan berarti ia sudah pernah berciuman atau ingin segera berciuman. Jadi, belajar menahan diri untuk tidak buru-buru berprasangka harus dilakukan. Dari pada buru-buru berprasangka, lebih baik fokus terhadap anak dan apa yang ia ceritakan. Setelah mendengarkannya baik-baik, ajukan pertanyaan untuk mengklarifikasi apa yang terlintas di pikiran tentang apa yang dikatakan anak. Tentu saja pertanyaan klarifikasi harus disampaikan dengan halus dan tepat sehingga anak tidak merasa dituduh atau dicurigai.

Jangan terlalu Ingin Tahu (Kepo)

Orangtua harus peka terhadap batasan yang diberikan oleh anak. Mengajukan pertanyaan spesifik atau terlalu “mengorek” dapat membuat anak merasa orangtua terlalu ingin tahu (kepo), dihakimi dan tidak nyaman. Akibatnya, anak menjadi ragu untuk berbicara secara terbuka dan jujur. Ketika pertanyaan yang diajukan direspon oleh anak dengan “diam” atau tampak enggan menjawab, lebih baik katakan: “Baik, jika kamu belum mau cerita tidak apa-apa. Papa minta maaf jika pertanyaan papa bikin kamu tidak nyaman.” Katakan hal tersebut dengan santai dan tenang karena memang tidak masalah jika anak belum mau bercerita tentang sesuatu yang ingin diketahui oleh orangtua. Sikap seperti ini dapat menumbuhkan respek anak terhadap orangtua dan malah mendorongnya untuk bercerita.

Sampaikan tentang Nilai-nilai yang Dipegang oleh Keluarga dan Harapan Orangtua kepada Anak

Setiap keluarga mempunyai nilai-nilai tertentu terkait seks dan perilaku seks. Nilai-nilai keluarga  sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dari mana keluarga tersebut berasal dan nilai-nilai agama yang dianut. Penyampaian nilai-nilai keluarga kepada anak bukan bermaksud untuk memaksa anak, tetapi untuk mengajak anak berdiskusi dan berpikir dengan jernih sehingga anak menjadi benar-benar paham. Komunikasikan juga kepada anak apa yang menjadi harapan orangtua kepada anak! Misalnya: orangtua berharap anak tidak melakukan hubungan seks di luar perkawinan, anak tidak menjadi konsumen pornografi dan lain-lain. Penyampaian harapan ini tentu harus dengan alasan yang benar. Orangtua harus benar-benar memastikan bahwa anak benar-benar memahami mengapa orangtua memintanya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu terkait seks. Semua alasan tersebut bukan semata-mata untuk kesenangan orangtua atau untuk menjaga nama baik keluarga, tetapi semata-mata demi kepentingan terbaik anak. Pemahaman akan alasan-alasan tersebut dapat mendorong remaja untuk taat kepada nasihat orangtua.

Hindari “Menguliahi/Menceramahi” Anak

Sumber informasi anak tentang seks bukan hanya orangtua. Guru, teman dan internet dapat memberikan informasi tentang seks kepada anak, terlepas apakah informasi tersebut benar atau tidak, atau, apakah informasi tersebut sesuai dengan nilai-nilai keluarga atau tidak. Selain itu, remaja adalah individu yang memiliki kemampuan berpikir yang sangat baik. Oleh karena itu, memanfaatkan kemampuan kognitifnya untuk berpikir jernih dengan cara berdiskusi tentang seks lebih tepat dibanding dengan “menguliahi atau menceramahi”nya. Menguliahi atau menceramahi remaja dapat membuatnya merasa bodoh atau merasa diperlakukan seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa dan tidak mampu berpikir dengan baik.

Jangan “Bocor”

Orangtua harus dapat dipercayai oleh remaja. Jika anak mengatakan bahwa “cerita” tersebut hanya untuk ia dan ibunya saja, maka itu artinya ibu tidak boleh menceritakan hal tersebut kepada siapa pun. Jika ketahuan “bocor”, maka ibu akan kehilangan kepercayaan dari anak remajanya. Kemungkinan besar, anak tak mau lagi bercerita kepada ibunya. Selain itu, perilaku “bocor” itu dapat membuat anak merasa marah dan malu sehingga timbul masalah. Misalnya: seorang remaja perempuan mengaku kepada ibunya bahwa ia sudah menonton video porno dan akibatnya ia melakukan masturbasi. Terlepas dari apakah perilaku gadis remaja ini benar atau tidak, apabila informasi ini bocor kepada ayahnya atau saudaranya, maka anak akan merasa sangat malu, marah dan takut. Akibatnya, ia bisa saja menjadi menghindar dari orangtua, saudara dan keluarganya. Apabila dirasa informasi yang diberikan oleh anak kepada ibunya perlu diketahui oleh ayahnya, maka ibu harus dengan pelan-pelan minta izin kepada anak. Harus dijelaskan mengapa ayahnya perlu tahu. Tentu semua demi kepentingan terbaik anak. Pun ketika anak dinilai perlu mendapat bantuan dari profesional (misalnya konselor; psikolog atau dokter), orangtua perlu menjelaskan kepada anak. Anak akan kooperatif dan mau menemui profesional.

Menjelaskan tentang Pornografi

Walaupun pemerintah sudah berupaya menutup akses terhadap situs-situs porno, tetapi remaja bahkan anak yang masih sangat kecil masih dapat dengan mudah terpapar pornografi. Tampaknya pebisnis pornografi tidak mau mengalami kerugian dan selalu berusaha untuk terus “memasarkan” dagangannya. Akibatnya, resiko remaja terpapar pornografi sangat tinggi. Oleh karena itu, orangtua perlu memberikan penjelasan tentang pornografi kepada remaja. Remaja perlu mendapatkan penjelasan sehingga benar-benar memahami bahwa pornografi bertolak belakang dengan fakta. Para pebisnis pornografi dan pelakon video/games porno melakukan perilaku porno semata-mata demi uang. Membuat film/video/games porno adalah pekerjaan mereka guna mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Karena itu adalah pekerjaan mereka, maka mereka harus bekerja sesuai dengan tuntutan pekerjaan, misalnya: berlatih gaya/gerakan tertentu, menjaga wajah dan tubuh agar sesuai dengan standard tertentu dan lain-lain. Mereka harus mengerjakan pekerjaan mereka sesuai dengan yang ditentukan. Jika tidak, maka mereka akan kehilangan pekerjaan dan penghasilan.

Padahal, dalam kehidupan nyata tidak demikian. Hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan suami istri bukan pekerjaan untuk mendapatkan uang, tetapi semata-mata untuk kesenangan dan kebahagiaan pasangan suami istri tersebut, yang juga dapat membuahkan kehamilan (keturunan). Selain itu, pornografi terbukti dapat merusak otak manusia sehingga manusia tidak dapat berpikir dengan baik dan berperilaku buruk. Di Indonesia, ada undang-undang yang mengatur tentang pornografi. Barangsiapa melanggar apa yang ditentukan dalam undang-undang tersebut akan dihukum.

Menjelaskan tentang Virtual Sex

Salah satu bentuk penyalahgunaan internet dan teknologi komunikasi adalah virtual sexVirtual sex adalah perilaku seksual yang dilakukan dengan menggunakan internet dan elektonik. Bentuknya dapat berupa pengiriman pesan tertulis, gambar dan video (chat di WA/medsos, SMS, dan lain-lain), percakapan verbal (di telepon, WA call dan lain-lain), maupun video call, yang berisi konten-konten atau perilaku asusila atau porno. Apabila yang melakukan bukan pasangan suami istri yang sah, hal ini dianggap sebagai perilaku asusila yang melanggar norma di masyarakat. Selain itu, pelaku virtual sex sangat rentan berhadapan dengan hukum. Indonesia memiliki produk hukum yang mengatur hal ini, yaitu undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Menjelaskan tentang Pelecehan Seksual

Pelecehan adalah perilaku yang tidak baik karena sangat merugikan orang yang mengalaminya. Dengan alasan bercanda, banyak remaja mengalami dan melakukan pelecehan seksual. Di Indonesia, pelecehan seksual merupakan bentuk tindak pidana kekerasan seksual. Ada undang-undang yang mengatur hal ini. Pelaku pelecehan seksual dapat dihukum. Remaja tidak boleh menjadi korban atau pelaku pelecehan seksual.

Menjadi Teladan

Akhirnya, setelah ngobrol tentang seks dengan orangtuanya, anak sangat membutuhkan teladan dari orangtua. Keteladanan orangtua sangat menolong anak untuk dapat memiliki perilaku seksual yang sehat. Apabila orangtua tidak dapat memberikan teladan yang baik, maka remaja dapat menjadi bingung, kecewa, marah atau frustasi. Misalnya: orangtua melarang anak remajanya untuk mengkonsumsi pornografi. Suatu ketika remaja tersebut memergoki orangtuanya sedang menonton video porno. Ternyata orangtuanya adalah pelanggan aktif pornografi. Kira-kira, apa yang akan terjadi pada remaja tersebut?

Posting Komentar