Rabu, 07 Agustus 2024

MENGAJARKAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA


Masa remaja adalah fase transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
 World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai individu  yang berusia antara 10 dan 19 tahun. Masa remaja juga disamakan dengan pubertas yang berpuncak pada kematangan reproduksi.

Masa remaja dapat menjadi masa yang emosional. Ada dua faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Yang pertama adalah faktor internal. Misalnya:  kematangan berpikir, kepribadian, dan status kesehatan mental. Otak remaja belum seutuhnya matang. Hal ini mempengaruhi kematangan berpikir remaja sehingga ia lebih mudah reaktif dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, remaja dengan kepribadian yang temperamental cenderung emosional dalam menyingkapi stimulus. Status kesehatan mental remaja juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi emosinya. Remaja dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada umumnya memiliki masalah dalam meregulasi emosi. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi emosi remaja adalah faktor eksternal. Misalnya: pola asuh, lingkungan keluarga, pergaulan, beban sekolah, dan internet. Ketidakmampuan orangtua dalam menerapkan pola asuh yang tepat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak mengalami masalah emosi. Misalnya: selalu permisif, selalu otoriter atau selalu mengabaikan. Keluarga yang tidak harmonis  akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan emosi remaja. Pergaulan juga dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja. Perundungan (bullying) dan bergaul dengan anak-anak yang bermasalah dalam emosi akan membuat remaja mengalami masalah emosi. PR tidak selalu menjadi solusi untuk menstimulasi kedisiplinan remaja dalam belajar. PR bisa menjadi penyebab remaja mengalami masalah emosi. Misalnya: PR yang harus dikerjakan ketika libur, PR yang terlalu banyak atau PR yang terlalu berat. Video games, games online; youtube, dan media sosial juga dapat menjadi penyebab emosi negatif  pada remaja.

Agar emosi negatif remaja tidak  berdampak buruk pada status kesehatan mental, pendidikan, prestasi akademik, hubungan dengan orang lain, dan citra diri remaja, maka mereka harus memiliki keterampilan regulasi emosi yang baik. Berikut adalah strategi regulasi emosi yang dapat diajarkan kepada remaja.

Memahami Diri Sendiri

Sama seperti membantu remaja memahami bagaimana pubertas mengubah tubuh mereka, mereka juga harus dibantu untuk memahami bagaimana pubertas mengubah pikiran mereka. Ajar mereka untuk memahami bagian-bagian otak. Misalnya: bagaimana pusat penghargaan (sistem limbik) berkembang sepenuhnya di otak remaja dan bagaimana korteks prefrontal belum selesai berkembang. Itulah sebabnya remaja mengalami emosi yang begitu mendalam. Dengan memahami hal ini, remaja tidak terlalu frustasi dengan keadaan dirinya dan mau berlatih meregulasi emosinya.

Mengolah Pernapasan

Mengolah pernafasan bermanfaat untuk menenangkan diri. Ini adalah strategi yang baik dilakukan ketika remaja merasa tidak teratur secara emosional karena dapat memberikan oksigen ke otak, sehingga membantu mereka berpikir lebih baik dan membuat pilihan yang lebih cerdas.

Relaksasi Otot

Relaksasi otot adalah latihan dimana remaja mengendurkan otot-otot. Latihan ini dapat mengurai stres yang hebat dan dapat membantu mengatasi kemarahan dan agresi.

Masuk ke Ruang Tenang

Ruang tenang adalah suatu tempat yang aman dan nyaman bagi remaja ketika sedang emosi. Misalnya ketika sedang marah, sedih, atau cemas. Ini adalah ruang khusus untuk melatih keterampilan pengaturan emosi. Ruang tenang merupakan ruangan dengan suhu yang sejuk, aroma ruangan yang menyegarkan dan cahaya yang agak redup. Dapat juga dilengkapi dengan kasur empuk, pemutar musik, headphone, bola stres, spidol, kertas atau alat lukis.

Self Talk

Jika remaja merasa tidak enak, pikiran negatif yang terus-menerus dapat menyebabkan hal-hal negatif. Bantulah remaja mengenali pikiran-pikiran negatif, menghentikan pikiran-pikiran negatif tersebut dan menggantikannya pikiran-pikiran positif.

Mengidentifikasi Perilaku Emosional dan Pemicunya

Kemampuan mengidentifikasi perilaku emosional dan pemicunya dapat mencegah terjadinya perilaku emosional. Misalnya: jika remaja marah maka ia memiliki kecenderungan memukul orang yang membuatnya marah. Remaja harus belajar bahwa marah adalah wajar tetapi memukul orang adalah perilaku yang tidak baik. Jika memukul orang lain, maka orang itu sangat mungkin membalas memukul dengan pukulan yang lebih hebat dan ia akan kesakitan. Atau, memukul orang lain akan menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu, jika marah, tidak boleh memukul siapa pun, tetapi dapat melakukan hal lain. Misalnya: meninggalkan orang itu dan masuk kamar, melukis, menulis semua yang dirasakan di buku atau komputer, atau bermain musik.

Memahami Perasaan, Keinginan dan Pikiran Sendiri

Berbagai emosi dapat muncul karena perasaan, keinginan dan pikiran. Misalnya: sedih jika dijauhi oleh teman, marah jika diejek, atau menjadi takut karena berpikir ayahnya marah kepadanya. Semua orang pasti memiliki perasaan, pikiran dan keinginan. Remaja harus memahami hal ini. Dengan demikian, ia tidak merasa aneh atau merasa ada yang salah pada dirinya karena perasaan, pikiran dan keinginannya. Yang tidak tepat adalah jika perasaan diekspresikan dengan cara salah, atau memaksakan pikiran dan keinginan kepada orang lain.

Mengajarkan Teknik Mengekspresikan Perasaan dengan Tepat

Remaja perlu memiliki keterampilan mengekspresikan perasaan dengan tepat. Misalnya: jika marah tidak perlu menghancurkan piring dan perabotan lainnya, tetapi bisa dengan memukul samsak, dan hanya samsak yang boleh dipukul; jika sedih tidak perlu meraung-raung dengan sangat keras, tetapi bisa mencurahkan perasaan dengan bernyanyi, mendengarkan musik atau berdoa.

Mengkomunikasikan Keinginan, Pikiran dan Perasaannya dengan Tepat

Ada kalanya keinginan, pikiran dan perasaan harus dikomunikasikan. Akan tetapi, harus dikomunikasikan kepada orang yang tepat dan dengan cara yang tepat. Misalnya: Remaja tidak mau pulang sekolah langsung bikin PR. Ia mau mengerjakan PR setelah istirahat. Hal ini harus ia komunikasikan kepada ibunya. Ia harus bicara baik-baik, tanpa marah-marah apalagi sambil membanting barang-barang.

Mengajarkan Teknik Menenangkan Diri

Remaja yang sedang emosional harus dapat menenangkan dirinya sendiri. Misalnya: masuk ke “ruang tenang”, memeluk guling, mengatur pernafasan, melukis, mendengarkan musik, berbaring dan tidur, duduk di taman, mencuci muka, atau minum air putih. Mengatakan hal yang positif kepada diri sendiri (self talk) cukup ampuh untuk menenangkan diri. Misalnya mengatakan pada diri sendiri: “aku pasti bisa melewati semua ini”, atau “aku bisa tenang”. Teknik menenangkan diri untuk setiap orang berbeda, bahkan untuk setiap remaja bisa berbeda dalam situasi yang berbeda. Itulah sebabnya remaja perlu diajarkan banyak teknik untuk menenangkan diri.

Menangis

Menangis adalah bentuk pengaturan emosi yang valid. Tidak perlu melarang remaja menangis. Air mata bukan tanda kelemahan atau kurangnya kompetensi. Dengan menangis orang dapat melepaskan ketegangan emosional dan kesedihan.

Selain mengajarkan berbagai strategi regulasi emosi, orangtua dapat menolong remaja meregulasi emosi dengan cara sebagai berikut:

Menciptakan Rumah yang Nyaman  

Rumah yang nyaman bukan bangunan megah, mentereng dan mewah dengan halaman asri nan luas. Rumah yang nyaman adalah rumah dimana ada cinta kasih. Cinta kasih akan membuat semua anggota kelurga saling menerima dan menghargai. Inilah yang membuat rumah menjadi nyaman dan membuat emosi semua anggota keluarga menjadi teduh sehingga mereka betah tinggal di sana. Semua orang membutuhkan rumah yang nyaman. Oleh karena itu, rumah yang nyaman perlu dibangun.

Menjadi Teladan

Cara belajar yang efektif bagi anak adalah dengan meniru apa yang ia lihat dan dengar, terutama yang ia lihat dan dengar di rumahnya. Itulah sebabnya keteladanan orangtua dalam meregulasi emosi merupakan hal yang sangat penting.

Membangun Hubungan yang Positif dengan Anak

Hubungan yang positif antara orangtua dan anak akan membuat anak merasa nyaman dan aman. Hubungan yang positif akan terjadi apabila orangtua dapat menghargai dan dipercayai oleh remaja. Dengan demikian, orangtua menjadi rekomendasi pertama dan utama bagi remaja untuk mencari nasihat dan pertolongan ketika terjadi sesuatu pada dirinya. Ini juga dapat membuat emosi remaja menjadi lebih teduh dan terkontrol.

Menerapkan Pola Asuh yang Tepat

Pola asuh yang diterapkan kepada anak dapat mempengaruhi kondisi emosi anak. Pola asuh yang tepat membuat emosi anak stabil dan tidak meledak-ledak dalam merespon stimulus yang diterima.

Tidak Ikut Marah ketika Anak Marah

Marah kepada orang  yang sedang marah bukan solusi, bahkan dapat membuat keadaan semakin kacau. Teriakan amarah orangtua dan anak tidak hanya akan membuat emosi keduanya makin kacau, tetapi menimbulkan ketidaknyaman bagi orang-orang di sekitar mereka. Jika itu terjadi di tempat umum, tentu mengganggu kepentingan umum.

Tidak Melakukan Kekerasan

Apa pun alasannya, kekerasan kepada anak tidak dibenarkan. Kekerasan terhadap anak akan membuat anak tumbuh menjadi individu yang bermasalah, termasuk bermasalah dalam emosi.

Menerapkan Konsekuensi

Komunikasikan kepada anak bahwa segala sesuatu mengandung konsekuensi, termasuk perilakunya. Misalnya: Boleh marah, tetapi tidak boleh melempar piring. Jika melempar piring, maka ada konsekuensi serius yang harus ia tanggung. Dengan demikian, ia akan belajar meregulasi emosinya dengan tepat.

Mendiskusikan dengan Pihak yang Berkepentingan

Berdiskusi dengan pihak-pihak yang berkepentingan perlu dilakukan, misalnya dengan guru di sekolah. Bukan untuk membuat banyak orang menjadi tahu masalah regulasi emosi pada anak, tetapi untuk menambah kekuatan dalam membantu anak meregulasi emosinya.

Mencari Pertolongan Ahli

Masalah regulasi emosi pada anak bisa muncul karena masalah neurologi. Ini biasa terjadi pada anak penyandang autis dan ADHD. Oleh karena itu, pertolongan ahli sangat dibutuhkan. Misalnya: mencari pertolongan kepada ahli pendidikan anak berkebutuhan khusus, psikolog klinis, atau psikiater.

Posting Komentar